Quantcast
Channel: Rumah Mayaku
Viewing all 236 articles
Browse latest View live

Sehari di Pulau Bidadari

$
0
0


Undangan Vlogger Gathering (dokpri)
Saat informasi seleksi peserta “Vlogger Gathering” disebar, saya buru-buru mendaftar. Destinasinya itu lho yang bikin saya tergiur. Lokasinya pun sangat dekat dengan Jakarta. Namanya Pulau Bidadari. Salah satu gugusan pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu, dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari.

Saya sudah berkali-kali membaca dan melihat keindahan pesona alam Pulau Bidadari ini, tapi hanya lewat media. Itu sebabnya saya ingin sekali berkunjung ke sana, tapi belum juga kesampaian. Ternyata rezeki memang enggak kemana. Saya lolos sebagai salah satu peserta yang akan mengikuti “One Day Trip to Pulau Bidadari”. Wow! Senangnyaaa ...!

Ini hasil datang kepagian (foto: Emak Gaoel)
Tibalah hari yang ditunggu-tunggu. Kamis, 16 April 2015. Saya bersama dua rekan Vlogger lainnya berangkat dari Bekasi tepat pukul 05.30 WIB. Kami sengaja memilih berangkat lebih pagi menuju Pantai Marina Ancol. Tidak ada yang berani memrediksi lancar atau tidaknya arus tol Bekasi – Ancol di hari kerja. Lebih baik kami tiba lebih awal ketimbang terjebak kemacetan. Kami beruntung, karena tol masih lancar pagi itu. Seandainya ada pemilihan peserta terpagi yang tiba di area dermaga, mungkin kami bertiga bisa dapat voucher gratis menginap di Pulau Bidadari. *hehe ... ngarep* 

Registrasi dulu (dokpri)

Marina Lounge and Reservation (dokpri)

Sesuai rundown acara yang sudah dibagikan oleh teman-teman admin Vivalog, sebelum berangkat kami harus registrasi terlebih dahulu. Sambil menunggu jam keberangkatan, Vlogger diminta berkumpul di Marina Lounge PT. Seabreez Indonesia. Ada hidangan teh dan kopi hangat di sana.
Futu-futu dulu :) (dokpri)
Twitpic pertamax (dokpri)
Lalu, bukan Vlogger namanya kalau tidak memanfaatkan setiap waktu senggang. Waktu menunggu pun kami pakai untuk temu kangen dan berfoto-ria. Bahkan saya sudah mengawali postingan foto perdana untuk diikutkan di lomba twitpic dalam acara itu. *curi start*

Siap Berangkat
Sedikit lewat dari jadwal keberangkatan yang ditetapkan. Sekitar pukul 09.45 WIB, kami pun diarahkan untuk berkumpul di dermaga 17. Dari dermaga inilah speedboat berangkat, membawa rombongan Vlogger, admin Vivalog, dan kru ANTV menuju Pulau Bidadari

Foto dulu dong sebelum berangkat (dokpri)

Jujur saja, saya yang belum pernah ke Pulau Bidadari, awalnya membayangkan akan naik kapal kecil, goyang-goyang, dan bakal pusing. Ternyata speedboat-nya nyaman banget. Malah bisa jalan-jalan sambil berfoto-foto narsis di dalamnya. *sebab narsis itu adalah nama tengah Vlogger*
Speedboat-nya nyaman banget (dokpri)
Memberdayakan tongsis di dalam speedboat :) (dokpri)
Perjalanan menuju Pulau Bidadari tidak membutuhkan waktu terlalu lama. Sekitar dua puluh menit, kami pun tiba di dermaga Pulau Bidadari Eco Resort. Kami masih menyempatkan diri untuk berfoto-ria di dermaga kayu itu. Begitu turun dari speedboat, beberapa meriam yang diletakkan di depan dermaga juga menjadi objek yang sayang untuk tidak diabadikan dalam kamera.

Di depan Pulau Bidadari Eco Resort (dokpri)
Meriam yang unik (dokpri)

Sejenak mata saya menyapu pandangan ke sekitar. Pantai yang bersih dengan pasir di sekitar dermaga yang putih dan halus langsung memberi kesan sejuk. Benar-benar memukau.

Siapa yang nggak pengin ke sini coba?
Begitu tiba di gerbang masuknya, kami disambut oleh welcome drink dengan iringan tarian selamat datang. 
Welcome dance

Welcome drink (dokpri)

Selepas acara sambutan, saya menyempatkan diri mengambil foto para resepsionis di pintu masuk resort. Merekalah yang akan selalu menyambut kedatangan para wisatawan ke resort itu.
Resepsionisnya manis ya :) (dokpri)
Lokasi briefing-nya persis di depan panggung utama (dokpri)
Sebelum menelusuri pulau, Vlogger menyimak arahan di sesi briefing dari Staff Seabreez yang sekaligus bertugas sebagai MC.

Telusur Pulau
Saatnya menelusuri pulau. Saya pun sigap menyiapkan perlengkapan untuk merekam semua momen. Dari android sampai voice recorder siap dioperasikan. Perjalanan kami dipandu oleh tour guide yang ramah, informatif, dan kocak. Sambil berjalan bersama rombongan, saya tetap mengaktifkan voice recorder dan sibuk membidik objek.

Menelusuri pulau ditemani tour guide yang kreatif (dokpri)
Pulau Bidadari adalah salah satu pulau yang dikelilingi oleh pepohonan besar yang rindang. Dari sesi telusur pulau itu, saya sempat melihat beberapa tanaman langka. Sedikit susah menyebut nama latinnya. Ada pohon perdamaian (baringtonia exelsa), pohon kayu hitam (diospyros maritama), pohon kepuh (sterculia foetida), pohon sentigi (pempis acidula), serta beberapa tanaman buah. Di Pulau Bidadari juga terdapat hutan mangrove yang terpelihara dengan baik. Pepohonan ini bisa jadi daya tarik bagi pengunjung yang gemar dan hobi mempelajari jenis-jenis pohon langka. 

Ini salah satu yang tertangkap kamera saya (dokpri)
(dokpri)
Katanya, nama "Bidadari" itu diilhami oleh pulau lainnya yang ada di Kepualuan Seribu. Dua diantaranya, yaitu Pulau Nirwana dan Pulau Putri. Secara geografis, Pulau Bidadari berada di antara gugusan beberapa pulau. Antara lain, Pulau Onrust, Pulau Kelor, dan Pulau Khayangan.

Pulau Bidadari dikembangkan sebagai salah satu destinasi wisata di Kepuluan Seribu karena lokasinya yang indah dan menyimpan bangunan bersejarah. Pada tahun 1970, PT. Seabreez mengelola pulau ini menjadi lokasi resor wisata.

Floating Cottage
Perjalanan menelusuri pulau pun berlanjut ke tempat-tempat penginapan. Beberapa diantaranya dedesain terapung di atas laut. Berbentuk rumah panggung diatas air. Floating cottage nama kerennya.
Coba bayangkan betapa damainya bermalam di rumah kayu itu (dokpri)
Ini salah satu isi kamar floating cottage-nya (dokpri)
Saat menikmati keunikan floating cottage, saya begitu terpesona. Sebagai seorang penulis, langsung terbayang di benak saya kenyamanan menginap di sana. Sambil mengetik merangkai ide dan sesekali menatap laut lepas. Saya yakin ceritanya pasti sangat romantis. Ah! Semoga masih ada kesempatan berikutnya untuk bermalam di sana.

Beningnya air laut benar-benar menyegarkan pandangan (dokpri)
Tidak hanya floating cottage yang tersedia. Pulau Bidadari Eco Resort juga menyediakan lima jenis unit fasilitas. Terdiri dari 10 unit standart room, 6 unit suite cottage, 8 unit family floating cottage, 12 unit family cottage, 23 unit deluxe cottage. Semuanya sangat nyaman untuk dihuni. Wisatawan tinggal memilih yang sesuai dengan kebutuhannya.
Saat menelusuri pulau ini, ada momen yang tidak mungkin saya lupakan. Saking terpesona pada lokasi dan penataan floating cottage-nya, saya tidak awas pada alat rekam yang sejak awal nangkring di saku celana. Akhirnya tidak bisa dielakkan lagi, alat rekam kesayangan saya itu nyemplung ke laut dangkal di lokasi tersebut.Sempat lemas juga sih, sebab di sana ada beberapa hasil liputan yang belum sempat dipindahkan.

Syukurlah, penjaga pantai begitu sigap membantu mengambilnya kembali. Salut dengan kesiagaan mereka. Tapi, sayangnya karena alat itu basah, saya tidak bisa lagi merekam informasi dari tour guide yang mendampingi kami. But the show must go on. Tak ada kata patah semangat. Saya masih punya hape dan kamera yang siap melanjutkan merekam keindahan alam Pulau Bidadari.

Pantai dan Pohon Jodoh
Beberapa peninggalan bersejarah dari zaman penjajahan Belanda menjadi daya tarik Pulau Bidadari. Daya tarik itu pula yang melengkapi pesona pantai berpasir putih dengan air lautnya yang jernih. 

Kalau saya datang bersama suami, pasti fotoan di sini deh (dokpri)
Salah satu dari pantai itu bernama Pantai Jodoh. Selain itu, ada juga Pohon Jodoh. Konon, pohon ini diyakini mampu melanggengkan cinta kasih para pasangan yang berfoto di bawahnya. Sehingga di sekitar pohon ini sering digunakan untuk pemotretan pre-wedding.

Ada Dolphin di Pulau Bidadari
Dolphin (lumba-lumba) juga menjadi salah satu daya tarik Pulau Bidadari Eco Resort. Jika ingin membawa keluarga/anak-anak, pertunjukan lumba-lumba ini pasti akan membuat mereka gembira. 

Dolphin-nya ada di dalam situ (dokpri)

Dolphinnya sedang istirahat (dokpri)
Kita bisa berenang bersama lumba-lumba itu. Waktu dan tarif per paketnya sudah tersedia di lokasi tersebut. Sayangnya waktu saya dan teman-teman Vlogger berkunjung tidak tepat. Lumba-lumba itu sedang beristirahat dan belum saatnya menerima tamu.

Daya Pikat Benteng Martello  
Sesi menulusuri pulau sampai pada bangunan bersejarah. Bangunan yang tidak utuh lagi itu bernama Benteng Martello (Martello Tower). 
Benteng Martello yang tetap kokoh sebagai saksi sejarah (dokpri)
Benteng yang terbuat dari batu bata merah ini didirikan oleh VOC pada abad ke-17. Bangunan berbentuk lingkaran ini adalah tempat pertahanan dari serangan musuh pada zaman penjajahan Belanda dulu.

(dokpri)
Sisa-sisa reruntuhan Benteng Martello yang merupakan peninggalan bersejarah ini menjadi objek menarik di Pulau Bidadari. Sering juga digunakan sebagai setting foto pre-wedding.

Habitat Biawak, Elang Bondol, dan Rusa Totol 
Menurut informasi dari tour guide, ada sekitar 100 ekor biawak yang hidup bebas di Pulau Bidadari. Mereka sudah terbiasa melihat manusia. Jadi, tidak perlu takut jika bertemu dengan biawak-biawak itu. Sayang, saya tidak sempat melihat biawak-biawak itu.

Selain biawak, ada juga jenis elang bondol, jenis burung yang dilindungi karena habitatnya hampir punah di dunia. Burung ini membuat sarangnya di atas pohon tinggi dekat Martello Tower. Elang bondol ini menjadi ikon kebanggaan kota Jakarta.

Semoga habitat rusa totol ini bertambah ya
Satu lagi yang akan menarik perhatian pengunjung, yaitu rusa totol. Rusa ini sama jenisnya seperti yang ada di Istana Bogor dan Monas. Katanya, dulu hanya ada sepasang yang hidup di Pulau Bidadari. Sekarang sudah bertambah menjadi enam ekor. Rusa-rusa ini dipelihara dan dibuatkan kandang yang cukup tinggi. Tujuannya agar mereka tidak mudah melompat dan berlarian ke pantai.

Saung Kreatif dan Batu Refleksi
Saung kreatif ini sangat cocok untuk wisata edukasi. Di sini kita bisa melihat pengolahan sampah menjadi kompos. Selain itu ada juga proses pembuatan bahan kerang menjadi aneka barang kerajinan. Beberapa diantaranya adalah bingkai pigura, tempat tisu, dan lainnya yang bisa diperolah sebagai suvenir.

Batu refleksi yang bikin nyengir (Foto: Lidya F)
Selepas dari saung kreatif, kita bisa menikmati pijatan kaki. Saya menyebutnya sebagai “Batu Refleksi”. Beberapa teman Vlogger sempat mengadu kekuatan di sini. Siapa yang paling lama bertahan berjalan di atas batu-batu itu, maka tidak diragukan lagi kalau fisiknya kuat, sehat, dan minim dari penyakit. Saya hanya mampu bertahan enam kali bolak-balik. Sudah hebat kan itu? *maksa*

Wisata Air, Pendopo, dan Bersepeda
Selain menikmati dataran di lokasi Pulau Bidadari, pengunjung juga bisa menikmati wisata air. Silakan mencoba water sofa, banana boat, dan canoe (kayak laut). Jika tidak ingin berjalan kaki, kita bisa bersepeda menelusuri keindahan pulau. Ada juga lokasi memancing dan berenang.

Gawang mini futsal (dokpri)
Sejumlah pendopo juga disediakan pihak pengelola resort untuk bersantai dan merebahkan badan setelah lelah mengitari pulau. Yang hobi berolahraga, disediakan lapangan basket, mini futsal, volley, tenis meja, dan jogging track.

Menikmati Hidangan Makan Siang dan Ishoma
Selepas berjalan mengitari pulau nan indah, Vlogger dimanjakan oleh hidangan makan siang yang menggoda. Dari beberapa menu yang disajikan, saya cukup memilih mi goreng, ayam asam manis, capcai, dan buah segar sebagai pengganti energi.
Sajian prasmanannya bersih (dokpri)
Ini menu pilihan saya (dokpri)
Mushola yang bersih dan sejuk (dokpri)
Masih ada waktu untuk rehat. Vlogger diberi kesempatan untuk menunaikan sholat di mushola yang bersih dan nyaman. Tempatnya tidak jauh dari area panggung utama Pulau Bidadari.

Talkshow
                                                

Acara berikutnya adalah talkshow yang terbagi menjadi tiga sesi.
Materi pertama, tentang “Tantangan Kepariwisataan di Indonesia” oleh Bapak DR. H. Agus Rochiyardi, MM, Presiden Direktur PT. Seabreez Indonesia. Dalam paparannya Pak Agus mengharapkan terciptanya sinergi dan kolaborasi antara Blogger, Vivalog serta pihak pengelola lokasi wisata Pulau Bidadari (PT. Seabreez Indonesia) demi mengatasi tantangan dan kendala di bidang kepariwisataan kawasan resort tersebut.

Bapak DR. H. Agus Rochiyardi (dokpri)
Sesi kedua dilanjutkan oleh Bapak Mariadi dari viva.co.id. Dalam rangkaian penjelasannya beliau mengatakan, “Blogger adalah duta promosi potensi wisata Jakarta.” Terbayangkan? Betapa bangganya saya menjadi seorang blogger. Karenanya, saya bisa sampai ke pulau yang cantik itu. Bagaimana dengan Anda?

Bapak Mariadi dari viva.co.id (dokpri)
Di bagian materinya, Bapak Mariadi juga menjelaskan tentang keuntungan menggunakan Vivalog. Jika ingin berbagi serta meningkatkan traffic blog, salah satu yang bisa dilakukan blogger adalah dengan mengirimkan tulisan dan link URL blognya di Vivalog.Yuk, sering-sering posting di sana.

Ibu Terry (dokpri)
Sesi terakhir di acara talkshow adalah tentang “Personal Agent” sebagai mitra kerja PT. Seabreez Indonesia. Materi ini disampaikan oleh Ibu Tery, Marketing PT. Seabreez Indonesia. Selain menjelaskan tentang keuntungan menjadi personal agent, Bu Terry juga mempromosikan keindahan pesona Pulau Bidadari. 

Saya Menang Lomba!
Sejak tour dimulai, teman-teman panitia (admin Vivalog) menggelar beberapa acara lomba untuk para Vlogger. Salah satunya adalah lomba twitpic. Saya yakin, semua Vlogger yang sejak awal sibuk menangkap objek dalam kameranya deg-degan menunggu pengumuman lomba.
Senangnya dapat voucher one day trip gratis (dokpri)
Tidak terkecuali saya yang sudah bela-belain membawa-bawa tongsis sepanjang tour. Ada usaha, Insya Allah ada hasil tentunya. Saya terpilih sebagai pemenang utama di lomba twitpic itu. Senangnya bukan main menerima hadiah voucher one day trip lagi. Alhamdulillah, jadi pengobat kecewa saat voice recorder nyemplung ke laut.

Menunggu Waktu Pulang
Masih banyak waktu yang diberikan panitia untuk menikmati Pulau Bidadari. Saya dan beberapa teman Vlogger memanfaatkannya untuk melihat-lihat fasilitas lain yang tersedia. 
Tinggal pilih mau memulai dari mana (dokpri)
Prasasti bersejarah (dokpri)
Restoran yang menyajikan ragam menu pilihan (dokpri)
Sejak awal disebut-sebut kalau lokasi resort ini sering digunakan sebagai tempat pengambilan foto dan video pre-wedding. Saya sempat berpikir, di mana ruang make up-nya. Ternyata pihak pengelola juga menyediakan make up room yang nyaman. Pantaslah selalu ada saja yang memilih lokasi ini untuk foto-foto menjelang pernikahan.

Wah! Di resort ini juga tersedia karaoke room dengan koleksi ratusan lagu yang bisa dinyanyikan. Semoga kalau punya kesempatan berkunjung lagi, saya dan keluarga pengin mencoba karaoke room-nya juga deh. Asyik banget ya, sambil refreshing bisa nyanyi-nyanyi juga melepas semua kepenatan.

Semua yang disajikan di Pulau Bidadari Eco Resort ini tidak hanya untuk wisatawan dewasa. Bagi Anda yang ingin membawa keluarga, tempat ini sangat pas dan menyenangkan. Bahkan untuk kegiatan outbond dan acara gathering perusahaan pun sangat memungkinkan.
Toko Cinderamata (dokpri)
Sebelum benar-benar meninggalkan kawasan resort, kita bisa mampir sejenak di toko cinderamatanya. Tinggal pilih barang apa yang akan dibeli dan dibawa pulang sebagai oleh-oleh.

Kembali ke Pantai Marina Ancol
Sekitar jam enam sore itu, kami pun harus kembali ke Marina Ancol. Setelah sesi foto bersama, para Vlogger dan panitia kembali menaiki speedboat menuju dermaga Marina Ancol. Masih belum usai sajian yang diberikan panitia.
Pulau Kahyangan dari kejauhan (dokpri)

Kami masih diberi kesempatan melihat Pulau Kahyangan, Pulau Onrust, dan Pulau Kelor dari atas speedboat. Sayangnya karena posisi duduk saya ada di sebelah kiri kapal, maka yang tertangkap oleh kamera saya hanyalah Pulau Kahyangan.

Klik di sini ya :)
Begitulah, sehari menyusuri dan menikmati keindahan Pulau Bidadari membawa kesan yang menyenangkan di hati saya. Terima kasih viva.co.id dan PT. Seabreez Indonesia. “Next time, saya akan kembali membawa suami dan anak-anak saya ke sini.” [Wylvera W.]

           

           


Bertemu Calon Penulis Andal

$
0
0


Saya dan murid-murid terpilih SDIT Gembira (dokpri)

            Setelah beberapa bulan lamanya tidak berbagi di luar sekolah tempat saya biasa mengajar, ternyata bikin rindu juga. Maka, permintaan untuk menjadi pemateri di acara “Pelatihan Menulis” pun langsung saya terima waktu itu. Alhamdulillah, lewat obrolan via inbox di facebook, akhirnya saya menerima kepastian hari dan tanggal pelatihan tersebut.
Seminggu sebelum hari “H”, saya kembali menyusun dan memperbaharui tampilan slide power pointyang sudah ada. Semangat saya benar-benar terpicu, sambil membayangkan saya kembali berdiri dan berbagi ilmu menulis di depan 60 murid SDIT Gembira Jatibening Pondok Gede Bekasi. Materi, hadiah kuis, bahkan baju apa yang ingin saya pakai pun sudah disiapkan. *ngaruh kan ya pilihan baju ini, hehe*
Namun siapa yang bisa menduga kalau tiba-tiba di hari Jum’atnya saya jatuh sakit. Buang-buang air hingga 8x membuat stamina saya drop. Lambung saya terasa seperti ditekan-tekan, nyeri sekali. Otot dan persendian saya mulai terasa kaku dan pegal saat digerakkan. Saya nyaris mengalami dehidrasi. Sore harinya, saya memutuskan untuk ke rumah sakit terdekat. Hasil diagnosa dokter penyakit dalam mengatakan kalau usus saya mengalami infeksi. Saya pun diberi obat penghenti buang-buang air, pereda rasa nyeri, dan antibiotik. Saat itu, harapan saya adalah ingin segera pulih agar esoknya tetap bisa tampil sebagai pemateri.
            Hanya keinginan untuk pulih dan ridha Allah Swt. yang membuat saya tetap semangat. Obat dari dokter pun saya makan, berharap esok pagi (Sabtu) tetap bisa memenuhi permintaan pihak SDIT Gembira. Tak terbayangkan, betapa kecewanya anak-anak itu jika tiba-tiba saya memutuskan untuk tidak bisa hadir walaupun alasannya sakit yang tidak bisa dielakkan. Allah Swt. mendengar doa dan harapan saya.
            Tibalah di hari “H”, Sabtu, 25 April 2015. Dengan diantar oleh suami tercinta ... ehem ... saya pun siap menuju lokasi. Setelah dijemput oleh Mbak Levin (contact person dari sekolah itu) di lokasi yang kami sepakati, akhirnya saya tiba sekitar jam delapan lebih beberapa menit. Sambutan hangat pihak sekolah, membuat saya lupa sejenak dengan tekanan rasa nyeri yang sesekali masih terasa di bagian perut.
Sambil menunggu persiapan teknis, saya diantar ke ruangan administrasi. Dari saat menunggu itulah saya mendapat informasi bahwa acara pelatihan menulis ini baru pertama kali diadakan oleh pihak sekolah. Mbak Levin mengatakan kalau usulan beliau sebagai salah satu orangtua murid, mendapat dukungan luar biasa dari para orangtua murid, lalu disetujui oleh Kepala Sekolah, dan guru-guru di sekolah tersebut.  Ini catatan versi beliau.

Mereka sudah menunggu saya sejak jam tujuh pagi (dokpri)
            Setelah semua siap, saya kembali diajak menuju aula sekolah. Betapa terharunya saya ketika melihat murid-murid (kelas 3, 4, 5, dan 6) dengan seragam pramuka mereka, telah menunggu kehadiran saya sejak jam 7 pagi (katanya). Tatapan mata mereka begitu terlihat antusias dan haus ilmu. Katanya 58 murid ini adalah siswa terpilih yang berhak mengikuti kelas “Pelatihan Menulis” bersama saya. "Sebenarnya banyak yang mendaftar, tapi mau tidak mau harus diseleksi," ujar salah satu guru. Dan, merekalah yang beruntung.
Sambutan Wakasek bidang kesiswaan (dokpri)
            Tibalah giliran saya, setelah acara dibuka oleh Mbak Levin dan sambutan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Saya memulai kelas dengan menampilkan judul sederhana, yaitu “Menulis, Yuk!” Sengaja saya buat begitu agar anak-anak tidak usah berpikir terlalu jauh untuk memulai menulis. 
Foto "aktris" itu bikin anak-anak senyum-senyum lho (dokpri)
Setelah memperkenalkan diri dan memancing perhatian mereka dengan beberapa pertanyaan pembuka, seperti “Siapa di sini yang sudah pernah menulis cerita?” Pertanyaan saya langsung direspon dengan beragam jawaban. Dua diantaranya;
            “Saya pernah, Bu, tapi cuma untuk dibaca sendiri!”
            “Saya juga pernah menulis tapi nulis puisi, Bu!”
Saya senang mendengar jawaban mereka. Ternyata memang benar, kalau yang ada di depan saya adalah murid-murid pilihan. 

"Saya, Bu!" (dokpri)

Setelah saya merasa tersambung dengan mereka, barulah saya buka materi awal tentang dasar-dasar untuk memulai menulis sebuah cerita. Tentu saja dimulai dengan unsur pertama dalam memulai tulisan, yaitu menemukan “Ide”. Saya memberi contoh bahwa ide itu ada di mana-mana dan sangat mudah ditemukan. Dari hal terdekat dengan mereka hingga ke yang lebih luas dengan memainkan kreativitas imajinasi.
Salah satu contoh yang saya berikan adalah tentang termos berisi air minum milik salah satu murid. Dari sebuah termos berwarna hijau berisi air itu saya mengurainya menjadi pembuka satu cerita. Sesekali saya menyapu pandangan. Saya tersenyum melihat tatapan mata mereka yang begitu fokus menyimak. Ada yang nyaris tak berkedip ketika saya mengatakan, “Setiap hari aku selalu membawa termos ini ke sekolah. Termos ini juga pernah menyelamatkan salah satu temanku yang merasa kehausan, dst ....”
Baim yang suka merenung (dokpri)
            Dari contoh-contoh sumber “Ide” yang saya sajikan di slide, ada gambar anak sedang merenung. Tiba-tiba salah satu murid nyeletuk, “Baim, tuh Bu. Suka merenung!” Maka saya pun mendapat satu momen yang menyenangkan. Saya langsung memanggil anak yang bernama Baim untuk maju. Awalnya dia malu-malu, tapi akhirnya mau juga berdiri di samping saya. Baim pun saya minta menceritakan apa yang biasa dia pikirkan saat merenung. “Hmm, apa ya ... apa ya ... bingung. Oh iya, tadi pagi saya merenung, trus mikir ... gimana caranya supaya bisa nulis cerita,” ujarnya pintar memilih isi renungan yang pas dengan momen pelatihan saat itu. Ah! Baim, kamu pasti bisa!
            Begitulah, dari “Ide” materi bergerak ke cara membuat “Judul”, menentukan “Tokoh dan Karakter” nya, sampai menetapkan “Ending” pada sebuah cerita. Mengajak anak-anak berlatih dan memulai menulis itu memang gampang-gampang susah. Dua jam lebih bersama mereka, saya harus mampu menemukan selingan-selingan agar mampu mempertahankan perhatian mereka tetap fokus ke saya. Intinya, agar mereka tidak bosan dan tetap konsisten menyimak dan merasa terus terlibat di sesi pelatihan itu.
Saya memilih menyelinginya dengan memperbanyak praktik ketimbang berlama-lama memaparkan materi. Sebagai contoh pada saat menentukan karakter tokoh dalam cerita, saya memilih menampilkan tujuh gambar wajah anak (laki-laki dan perempuan) dengan mimik yang berbeda-beda. Lalu, saya meminta mereka menentukan pilihan pada salah satu gambar dan membuat karakternya. Minimal mereka harus menentukan tiga karakter unik yang bisa mereka buat sesuai gambar.

Salah satu murid yg berani maju menampilkan karakter tokohnya (dokpri)
            Sesi ini sangat seru. Mereka mulai terpancing untuk mengolah imajinasinya. Walaupun beberapa murid masih terkesan bingung, namun akhirnya mereka mampu menyelesaikan tantangan yang saya berikan. Saya semakin menyemangati mereka dengan mengatakan bahwa di akhir pelatihan, saya akan memberikan hadiah buku karya saya kepada tiga murid yang paling kreatif. Waktu untuk menetapkan tokoh dan karakter berdasarkan gambar yang ada adalah 15 menit. Dan, mereka berhasil. Karakter dan nama tokoh sudah mereka tentukan. Saya meminta mereka menyimpannya untuk dipakai di sesi praktik berikutnya. 

Saya bacakan cth menggambarkan setting dalam cerita (dokpri)

            Materi kembali bergulir dengan santai. Sesi tanya jawab juga saya buka. Wow! Begitu diberi kesempatan bertanya, mereka langsung berebut mengangkat tangan.
            “Bu, bagaimana kalau ceritanya nggak ada konflik? Nggak boleh ya?”
            Setting boleh ganti-ganti nggak, Bu?”
            “Karakter tokohnya boleh nggak kalau cuma satu aja?”
            Itulah beberapa pertanyaan “bergizi” yang mereka ajukan. Saya menjawab semua pertanyaan itu dengan rinci dan lagi-lagi selalu dengan contoh, agar mereka lebih mudah memahaminya ketimbang teori. Hingga akhirnya saya mengakhiri pemaparan materi pada “Editing”. Bagian ini juga memancing rasa ingin tahu mereka. Selama ini yang tidak paham cara menuliskan kata “ke mana” dan “diminta” dengan benar, akhirnya paham. Mereka jadi mengerti tentang pentingnya mengedit tulisan yang sudah selesai agar tidak terjadi kesalahan di sana-sini. Mereka merasa menemukan hal yang baru dalam hal menulis. Syukurlah. 
Ada yang langsung serius nulis nih (dokpri)
            Tibalah sesi praktik membuat cerita mini. Saya meminta mereka menulis cerita dengan 10 kata kunci yang saya berikan dengan menggunakan tokoh dan karakter yang sudah mereka tetapkan tadi. “Ooo, karakter tokohnya buat bikin cerita ini ternyata,” celetuk salah satu anak yang duduknya tak jauh saya. Saya tersenyum mendengar celetukannya. Lalu, saya memberikan waktu 45 menit untuk menyelesaikan cerita yang mereka tulis. 

Inilah empat calon penulis keren yang terpilih (dokpri)
            Praktik menulis cerpen berakhir. Saya akhirnya membaca cepat karya mereka untuk memilih tiga terbaik. Namun, karena ada 4 cerita yang menurut saya nilainya berimbang, maka saya menambahkan 1 hadiah lagi. Jadilah 4 cerita yang terbaik yang terpilih dari 58 cerita yang terkumpul. Betapa senanganya mereka menerima hadiah buku dari saya. Semoga yang lainnya juga semakin semangat untuk terus berlatih menulis dengan baik.

Alhamdulillah, dapat kenang-kenangan dari Pak Kepsek (dokpri)
            Berakhirlah kelas “Pelatihan Menulis” itu dengan lancar. Kebersamaan dengan calon-calon penulis andal itu, membuat saya lupa pada rasa nyeri di perut saya. Akhirnya, terima kasih yang setulusnya kepada Mbak Levin yang telah mempertemukan saya dengan anak-anak kreatif itu. Juga terima kasih saya kepada Kepala Sekolah SDIT Gembira, segenap guru, dan orangtua murid. Semoga kerjasama ini kelak bisa berlanjut dan menjadi pembuka untuk kelas menulis berikutnya.
            Terakhir, untuk anak-anakku, teruslah berlatih. Semoga dari kalian kelak akan lahir penulis hebat yang mampu menginspirasi dunia. Tetap semangat! [Wylvera W.]

Memasak Tanpa Asap dengan FOTILE

$
0
0


Senang kalau punya dapur bersih seperti ini (foto: booklet FOTILE)
           Memiliki dapur yang selalu bersih menjadi standar yang sulit ditawar-tawar buat saya. Inilah yang kerapkali membuat kepala saya pusing. Standar bersih yang saya buat, terkadang melelahkan saya sendiri. Malah sesekali diiringi dengan omelan panjang jika hasilnya tidak sesuai dengan keinginan. Lho, kok bisa gitu ya? Yang masak siapa, yang ngomel siapa? *di situ kadang saya merasa galau* ^^
            Tapi, memang betul. Paling tidak nyaman rasanya jika setiap selesai memasak, aroma sisa masakan tidak bisa hilang sempurna. Apalagi jika bau asapnya meninggalkan aroma amis yang sangat mengganggu penciuman. Saya biasanya akan sibuk mencari solusi agar bau itu bisa dihilangkan. Salah satunya adalah mengepel lantai dapur dengan mencampurkan air dan cairan pembersih. Selain itu, saya akan mengelap kompor dengan cairan pembersihnya juga. Demi menghilangkan aroma tak sedap dari sisa masakan, saya harus meluangkan waktu tambahan. Repot ya? Lumayan ....
            Sebenarnya standar yang saya buat, bukan tanpa alasan. Aroma yang mengganggu itu bersumber dari asap masakan. Asap dapur mampu meninggalkan bekas yang bisa merusak, seperti bercak-bercak hitam serta kerak di dinding dapur dan plafon. Bukan hanya itu, aromanya juga akan menempel lekat di tubuh. Tidak nyaman pastinya.
 
Ini contoh asap yang bisa mengganggu itu (foto: booklet FOTILE)
Kesimpulannya, semua berujung pada masalah kesehatan. Terutama paru-paru. Meskipun kompor di rumah saya telah dilengkap dengan exhaust(alat penyedot asap masakan), namun hasilnya tidak begitu maksimal. Saya tetap harus ekstra meluangkan waktu membersihkan sisa-sisa aroma setiap kali selesai memasak. Saya tidak mau efek asap ini meninggalkan bibit penyakit kanker di paru-paru saya. Walaupun mungkin tidak sebahaya asap rokok, namun efek jangka panjangnya pasti ada. Ih, seraaam ...!
            Baidewei, saya rasa, ini bukan hanya menjadi kegundahan saya sendiri. Keinginan untuk selalu memiliki dapur bersih, tidak meninggalkan bau, dan bebas asap masakan, pasti akan menjadi impian banyak ibu rumah tangga juga. Lalu,  adakah perangkat dapur yang mampu mengatasi kegundahan ini? Mahalkah harganya? Terjangkaukah dengan ukuran dompet? 

Saya duduk di meja ini bersama para blogger dari Fun Blogging (dokpri)
Hidangan appetizer (Rolled Thai Beef Salad) yang cantik ^^ - (dokpri)

            Tanggal 7 Mei 2015 yang lalu, saya mendapat kesempatan untuk menghadiri acara peluncuran FOTILE (merek perangkat dapur nomor 1 di Asia). Tentu saja saya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.  Dari keterangan yang saya baca, FOTILE telah memiliki pengalaman di industri dapur selama lebih dari 20 tahun. FOTILE mengumumkan bahwa mereknya paling memahami apa yang dibutuhkan orang Asia di dapurnya, termasuk di Indonesia. Siapa tahu, impian saya ingin memiliki perangkat masak yang sesuai dengan standar bersih ala saya tadi bisa terpenuhi. *intip isi dompet* ^^
 
Duo MC yang memandu acara peluncuran produk FOTILE (dokpri)
            Acara yang digelar dan disajikan dengan dua bahasa (China dan Indonesia) di Bali Room Hotel Indonesia Kempinski Jakarta itu, memberi kesan megah dan mewah. Apalagi sajian hidangan makan malamnya yang lezat, semakin memanjakan para tamu undangan yang hadir. Langsung terbayang di benak saya, kalau produk yang akan diluncurkan adalah barang berkelas dan harganya pasti selangit alias puluhan juta rupiah. Mari kita lihat!

Mr. Hansen (dokpri)
Ms. Jiang Yi (dokpri)


Mr. Hu Guoqing


            Mr. Hansen, Direktur FOTILE Indonesia mengatakan dalam sambutan singkatnya malam itu, bahwa FOTILE bukanlah produk Eropa (yang relatif mahal). FOTILE adalah buatan China. Justru itu harganya relatif bisa lebih murah. Selanjutnya, Ms. Jiang Yi, General Manager Overseas Division FOTILE, mengenalkan produk FOTILE lebih detail. Menurutnya, makan juga memiliki makna penting. Ini menjadi kehormatan bagi FOTILE untuk memenuhinya kebutuhan perangkat dapur para keluarga di Asia.
Sesi peluncuran produk FOTILE yang seru banget (dokpri)
             
             FOTILE berkolaborasi dengan IDEO Company yang membantu Apple mendesain iPhone, merancang produknya menjadi perangkat dapur yang kuat dan efisien serta mudah digunakan. FOTILE juga menyediakan jaminan servis dan sparepartselama tiga tahun (lebih lama dari merek perangkat dapur lainnya-red). Jadi, tidak perlu resah jika tiba-tiba terjadi kerusakan.

Rangehood yang keren dgn cara kerja efisien (foto: booklet FOTILE)
Cara kerjanya seperti ini (foto: booklet FOTILE)

            Dari beragam produk FOTILE, seperti hobs, oven, microwave oven, hingga steam oven, saya paling tertarik pada rangehood-nya. Rangehood ini adalah perangkat penghisap asap dari proses memasak. Di acara peluncuran itu, dijelasakan bahwa FOTILE telah mengembangkan teknologi yang efisien dan daya hirup asap yang tidak berisik pada rangehood-nya. Selain itu dilengkapi juga dengan EPS (Efficient Powerful Safety) burner untuk kompornya. Kedua produk yang sudah dipatenkan ini bisa menyerap asap dan bau yang kuat dari masakan dapur. 

Masak jadi semakin seru (foto: booklet FOTILE)

Pengguna produk FOTILE juga dapat memasak segala jenis hidangan lezat tanpa khawatir lagi dengan asap dan bau yang dihasilkan saat proses memasak. Keunggulan lainnya, pengguna juga dapat menghemat energi gas dengan teknologi api FOTILE yang efisien. Wow! Ini dia yang saya idam-idamkan. FOTILE akan membantu saya pada efisiensi anggaran dan waktu dari kerja tambahan untuk bersih-bersih setelah memasak.
Saya dan teman-teman Blogger (foto: Liswanti Pertiwi)
Nah, bagaimana dengan harganya? Seperti yang dijanjikan oleh Mr. Hansen dalam sambutannya tadi, sebagai brand kelas atas, produk FOTILE menawarkan kisaran harga Rp 2.500.000,- s/d Rp50.000.000,-. Mahal atau murah menurut Anda? Tentu saja tergantung pada keuangan masing-masing keluarga. Jika ingin mengatakan, “Good bye, asap dapur!” Silakan tentukan pilihan Anda. [Wylvera W.]

Ingin info lebih lanjut? Silakan berkunjung ke www.fotile.co.id

          

Abang None Jakarta, Cerdas dan Berbudaya

$
0
0



            Ketika saya tiba di Mal Kota Kasablanka sore itu, lantai pertama mal ramai oleh pengunjung. Puncak keramaian semakin terpusat di area panggung utama. Suasana ramai ini ternyata sudah berlangsung sejak tanggal 6 Mei 2015 lalu. Sebagian besar dari para pengunjung mal ingin menyaksikan acara “Jakarta Marketing Week 2015”.
Saya dan teman-teman blogger mendapat undangan dan informasi dari Ani Berta (salah satu blogger beken yang menggawangi grup Fun Blogging). Kami ingin bertemu Maudy Koesnaedi yang akan menjadi salah satu pembicara talkshow, mendampingi para Abang None Jakarta untuk mengisi salah satu rangkaian acara “Jakarta Marketing Week 2015”. Ani meminta saya menjadi koordinator teman-teman blogger di momen meet up itu. 
Saya dan Maudy Koesnaedi




             
           Saya yang baru pertama kali ingin bertemu Maudy Koesnaedi (yang lebih akrab dipanggil Mpok Mod) itu, tentu menyimpan beberapa pertanyaan. Terutama yang terkait dengan gelar Abang dan None Jakarta. Dari event itulah saya akhirnya mampu menyimpulkan. Persepsi yang mengatakan bahwa menjadi Abang dan None Jakarta cukup bermodalkan ketampanan dan kecantikan semata, tidaklah benar. Untuk meraih gelar tersebut, ternyata mereka harus melengkapi tampilan lahiriahnya dengan kecerdasan yang berbudaya.
            Sejak pemilihan Abang dan None Jakarta dimulai pada tahun 1971, mereka yang terpilih mampu mengangkat potensi pariwisata DKI Jakarta. Proses tersebut berlangsung hingga sekarang. Dan ini semakin membuktikan bahwa untuk menjadi Abang dan None Jakarta tidak hanya dilihat dari penampilan fisik semata. Banyak pendukung lain yang harus dilengkapi.
            Untuk menepis persepsi miring yang belum sepenuhnya hilang dari masyarakat kita ini, Ikatan Abang None Jakarta (IANTA) dan Teater Abang None Jakarta (melibatkan 70 Abnon se-DKI Jakarta) bekerjasama dengan Markplus Inc., menggelar acara talkshow. Tidak hanya itu, mereka juga menyajikan serangkaian penampilan khas budaya Betawi di panggung utama Jakarta Marketing Week 2015, Mal Kota Kasablanka, Minggu, 10 Mei 2015 lalu. Hermawan Kartajaya, selaku founder & CEO MarkPlus Inc. adalah penggerak acara tersebut. Itu sebabnya beliau ada di antara keramaian mal sore itu.

Mini Talkshow
Kehadiran kami akhirnya disambut dengan ramah oleh Mas Ilham (yang menjadi penghubung saya di event itu). Dari panggung utama, kami pun diarahkan ke panggung yang lebih kecil. Di sanalah acara talkshowyang dipandu oleh MC Danar Gumilar dan Astri Ovie digelar. Talkshow itu mengangkat tema “Cerdas Berbudaya dan Bermanfaat bersama Abang None Jakarta”.
Duo MC yang memandu acara talkshow
            Talkshowyang berdurasi sekitar 45 menit itu meghadirkan Bang Zul dan Non Vina (Abang dan None Jakarta 2014), Rizkie Maulana Putra (Bang Nana), selaku Ketua Ikatan Abang None Jakarta/IANTA periode 2014 -2016, Maudy Koesnaedi (None Jakarta 1993 dan Pembina Teater Abang None), Bang Cucu K. (Abang Jakarta 1995 dan perwakilan dari Dinas Pariwisata DKI Jakarta), serta Pak Hermawan Kartajaya yang merupakan salah satu juri di ajang pemilihan Abang None Jakarta.
Ka-Ki (Bang Zul, Non Vina, Bang Nana, Mpok Mod, Bang Cucu)

            Tidak mudah ternyata untuk meraih gelar Abang dan None Jakarta ini. Banyak proses yang harus dilalui. Mulai dari seleksi, karantina, dan juga penjurian pada malam final pemilihan. Dari sekian banyak tahapan itu, Zulfikar Arif (Bang Zul) dan Vina A. Mauliana (Non Vina) berhasil mengungguli 36 Abang dan None dari perwakilan 6 wilayah pemerintahan kota administrasi DKI Jakarta tahun 2014 yang lalu.
Abang dan None Jakarta 2014

            Saat ditanya tentang kesan dan manfaat yang dirasakan setelah menjadi Abang Jakarta 2014, Bang Zul (perwakilan dari wilayah Kepulauan Seribu) mengatakan “Selama setahun menjadi Abang Jakarta, sangat banyak manfaat yang sudah saya dapatkan, Di antaranya, terbukanya kesempatan yang lebih banyak dan positif untuk belajar tentang soft skill dan public speaking. Menambah pengetahuan tentang budaya Betawi yang merupakan kearifan lokal kota Jakarta. Saya tergerak untuk terjun langsung mengenal lebih baik potensi pariwisata DKI Jakarta dan mensinergikan kekuatan dari pihak-pihak yang ada untuk menjadikan Jakarta unggul di mata dunia.”
            “Menjatuhkan pilihan untuk mengikuti pemilihan Abang dan None Jakarta merupakan keputusan terbaik yang pernah saya buat. Abang dan None telah memberikan saya begitu banyak ilmu dan pengalaman. Pengalaman yang tidak pernah bisa saya lupakan adalah ketika kami melakukan tugas ke luar negeri. Waktu itu ke Korea Selatan mendampingi Bapak Gubernur yang berkunjung untuk menandatangani pakta Asean Games ke-18. Kemudian mendapatkan kesempatan mengunjungi kota Berlin untuk mempromosikan Jakarta dalam acara Jakarta-Berlin Festival, memperingati 20 tahun Sister City antara Jakarta dan Berlin,” imbuh Vina (perwakilan dari Jakarta Selatan) memaparkan manfaat yang sudah diperolehnya selama setahun memegang gelar sebagai None Jakarta.

Ikatan Abang None Jakarta
            Ikatan Abang None Jakarta yang didirikan pada tanggal 22 Juni 1975 oleh Bastian, merupakan organisasi non-profit yang beranggotakan seluruh finalis dan pemenang dari ajang pemilihan Abang None Jakarta. IANTA memiliki visi sebagai wadah utama Abang None Jakarta yang memberi manfaat untuk masyarakat pada umumnya dan Abang None Jakarta pada khususnya. Sementara misinya adalah meningkatkan fungsi Abang None Jakarta agar memiliki dampak nyata pada masyarakat Jakarta. Menjaga tradisi serta menambah inovasi dalam program-program Abang None Jakarta. Memperkuat solidaritas dan hubungan antar wilayah yang meliputi wilayah pemerintahan DKI Jakarta, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Kepuluan Seribu.
            Menurut Bang Nana (Ketua IANTA 2014 -2016), orang-orang yang sudah terpilih dan masuk ke IANTA, pribadinya akan berubah dan meningkat ke arah yang lebih baik. Terbentuknya IANTA berangkat dari rasa sayang, sebab setelah setahun menjabat, Abang dan None Jakarta tidak punya tanggung jawab lagi dan akan digantika oleh Abnon berikutnya. Maka dibentuklah Ikatan Abang None Jakarta agar bisa tetap berkumpul dan memberikan manfaat bagi masyarakat dan kota Jakarta.
            Di dalam IANTA sendiri ada ragam komunitasnya. Masing-masing bergerak sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.
            “Misalnya, komunitas yang bergerak di sport, menghidupkan klub bola, basket, dan tenis. Komunitas yang berhubungan dengan seni, bergerak di bidang seni dan teater (tergabung dalam Teater Abang None), Komunitas yang bergerak di bidang kurikulum, serta Komunitas yang berbagi dengan masyarakat.
“Orang-orang berbakat jika dikumpulkan dalam satu komunitas besar akan memberikan manfaat besar pula pada masyarakat. Salah satu contoh di bidang sosial, IANTA berhasil mengumpulkan dana untuk anak-anak penderita kanker,” papar Bang Nana panjang lebar tentang kegiatan di IANTA.

Teater Abang None
            Talkshowberlanjut dengan penjelasan Maudy Koesnaedi tentang Teater Abang None. Teater non-profit berbasis komunitas yang bergerak di bidang seni dan budaya Betawi ini, berdiri pada tahun 2009 atas prakarsa Mpok Mod. Anggotanya adalah alumni dan yang masih menjabat sebagai Abang dan None Jakarta. 
Maudy Koesnaedi
            Pada awalnya, teater ini hanya beranggotakan Abang dan None Jakarta Utara. Mereka berhasil membuat sebuah pementasan berjudul “Cinta Dasima” pada tahun 2009, “Doel: Antara Roti  Buaya dan Burung Merpati, Kembang Parung Nunggu Dipetik” pada tahun 2010, dan “Sangkala 9/10” pada tahun 2011. Selanjutnya di tahun 2013 (produksi ke-4), Teater Abnon kembali mementaskan pertunjukan berjudul “Soekma Djaja”. Setelah itu, Teater Abang None terbuka untuk semua wilayah di Jakarta.
            Ketika disinggung tentang ajang pemilihan Abang dan None Jakarta, Maudy Koesnaedi yang pernah menyandang gelar None Jakarta 1993 ini mengatakan, “Susah lho tenyata untuk menjadi Abang None Jakarta itu. Kecantikan dan penampilan itu bukan nomor satu, tapi tidak bisa dinomorduakan, karena Abang dan None Jakarta harus mempresentasikan kebudayaan Betawi ke luar dengan cerdas dan pesona yang baik.”
            Teater Abang None sendiri menunjukkan kepedulian yang tinggi dari Mpok Mod terhadap budaya Betawi. Ia berjuang melestarikan budaya Betawi ini melalui seni tari, musik, dan peran.
            “Kalau bukan karena cinta dari hati, mungkin saya sudah menyerah untuk memberdayakan potensi Abang None Jakarta untuk melestarikan kedudayaan Betawi,” ujar Maudy Koesnaedi sepenuh hati.
            Sebagai bocoran yang patut ditunggu untuk disaksikan, Teater Abang None akan kembali menggelar pementasan berjudul “Jawara! Langgam Hati dari Marunda”. Pementasan ini akan ditampilkan pada tanggal 24 dan 25 Oktober 2015 di Gedung Kesenian Jakarta. Persiapannya yang sudah dimulai sejak bulan Januari 2015 menjadikan “Jawara! Langgam Hati dari Marunda” ini menjadi produksi yang menghabiskan persiapan terlama dibanding produksi lainnya.
Maudy Koesnaedi menambahkan informasi bahwa pertunjukan itu nanti akan menampilkan silat asli dari Betawi. Mereka akan mendatangkan tiga perguruan silat asli Betawi, yaitu Harimau Belut Putih dari Depok, Sabeni dari Tanah Abang, dan Putra Betawi.
“Di kesempatan ini pula semua Abang None akan dilatih silat asli dari Betawi,” ujarnya.
“Saya selalu bangga dengan Teater Abang None ini karena mempresentasikan semangat Abang None untuk terus berkarya. Mau latihan berbulan-bulan tanpa dibayar,” ujarnya lagi.
Berkaitan dengan budaya Betawi sendiri, Mpok Mod mengatakan, “Jakarta tidak hanya Monas, kerak telor, dan Ondel-ondel. Banyak hal lain yang perlu digali lebih dalam lagi.”
            Talkshowmasih berlanjut dengan menyimak penjelasan dari Bang Cucu (perwakilan dari Dinas Pariwisata DKI Jakarta). Ia mengatakan bahwa acara pemilihan Abang None Jakarta ini adalah murni produk pemerintah DKI Jakarta.
            “Tidak ada embel-embel produk brand di belakangnya. Jadi tidak sama dengan pemilihan-pemilihan lainnya. Namun, salah satu kelemahan dari pemilihan Abang None Jakarta ini adalah kurangnya publikasi,” jelasnya.
Hermawan Kartajaya
Pemberian sertifikat apresiasi

            Sesi terakhir dari mini talkshow itu ditutup oleh penjelasan Pak Hermawan Kartajaya yang ikut menjadi juri, marketingserta public relation pada Abang None Jakarta. “Tidak gampang untuk menjadi Abang None ini. Pemilihan Abang None ini sangat bermutu, harus full package, bukan cuma sekadar cantik dan tampan tapi juga harus memiliki attitude yang baik, berwawasan luas, terutama mengenai budaya Betawi,” pungkasnya.
 
Performance Teater Abnon


            Dari mini stage, kami kembali diajak menuju panggung utama. Di sesi berikutnya saya kagum melihat penampilan para Abang None di atas pentas. Apa yang tadi dikatakan oleh Abang dan None Jakarta 2014, Bang Nana, Mpok Mod, Bang Cucu, dan Pak Hermawan semakin terbukti. Abang dan None Jakarta yang mengisi event itu berhasil tampil maksimal dengan pertunjukan bagian dari seni Betawi, yaitu tari-tariannya. Bravo, Abnon Jakarta! [Wylvera W.]

Note:
Informasi yang lebih lengkap tentang Teater Abnon, ada di www.teaterabnon.comatau follow akun twitternya @TeaterAbnon, dan mampir di Instagramnya @TeaterAbnon.

Dokumentasi : Pribadi

           

Perempuan dan Teknologi Informasi

$
0
0
[Part One]

Serius menyimak (foto: Ani Berta)


            
          Di era golabalisasi ini, sumber daya manusia merupakan kekuatan utama dalam pembangunan.  Untuk mewujudkan pembangunan demi meningkatkan kemakmuran, peran masyarakat sangat diharapkan.  Terutama di dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Termasuk di dalamnya peran kaum perempuan. Keterlibatan kaum perempuan dalam perannya ini mau tidak mau membuat mereka harus diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki. Kesempatan yang terpenting adalah bisa mendapatkan, mempelajari, dan memanfaatkan teknologi untuk mencerdaskan diri sendiri dan keluarganya. Sebab dari diri dan keluargalah segalanya berawal. 
          Sebagai seorang perempuan, saya pun merasa terpanggil untuk ikut berperan dalam pembangunan, sekecil apa pun bentuknya. Beruntunglah saya, tinggal dan hidup di area perkotaan yang tidak terlalu sulit mengakses pengetahuan tentang TIK. Dan, bersyukur sekali juga rasanya ketika saya mendapatkan kesempatan berharga untuk ikut duduk bersama dan berdiskusi dengan para perempuan hebat. Kami bertemu dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diprakarsai oleh Deputi Bidang PUG Bidang Ekonomi, KementrianPemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RIuntuk membahas tema tentang “Pemberdayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk Perempuan”.

Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Ragam Aktivitas
            Acara yang berlangsung dua hari berturut-turut (7 - 8 Mei 2015) di ruang rapat Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW),GedungNyi Ageng Serang lantai 2 Jakarta Selatan itu, menghadirkan empat praktisi yang ahli di bidangnya masing-masing sebagai narasumber.
      Saya terkagum-kagum ketika Adiatmo Rahardi (Founder of the Largest Indonesia Robot Maker Community), menyajikan materi tentang “Making Things for the Internet of Things”. Beliau memaparkan cara kerja sebuah sistim untuk membantu kita dalam melakukan banyak aktivitas. 
(dokpri)

       Salah satu contoh yang sempat saya rekam adalah dalam hal penggunaan mesin cuci. Mesin cuci ternyata bisa dioperasikan dengan kontrol jarak jauh. Kalau saya bisa mengoperasikan alat ini, tentu akan sangat membantu. Saya bisa mengerjakan naskah-naskah cerita di depan komputer, sementara pakian kotor siap dijemur, tanpa harus berbasah-basah di dekat mesin cuci itu.
            Adi Robot (sebutan populer dari Adiatmo) juga memberi penjelasan tentang betapa hebatnya kemampuan teknologi sehingga memudahkan kaum perempuan untuk melakukan beberapa pekerjaan sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Sebagai contoh kecil (sebenarnya sangat besar buat saya ^^), Adi Robot juga memaparkan keunikan cara kerja alat sensor yang bisa mendeteksi kelalaian terhadap kewajiban sikat gigi dalam keluarga. Jika Ibu diberi alat kontrol (semacam komunikasi jarak jauh) untuk mengecek apakah ada salah satu anggota keluarga yang lalai melakukan rutinitas sikat gigi tersebut, maka Ibu sebagai pemegang alat kontrol itu akan tahu. Keren kan?


Adiatmo Rahardi saat memaparkan materinya (dokpri)

            Bukan itu saja. Masih banyak contoh kecanggihan pemanfaatan teknologi lainnya bagi keluarga yang diberikan Adiatmo Rahardi. Salah satunya alat pengecek (sensor) persediaan makanan di kulkas. Jika isi kulkas mulai kosong, maka sensor itu yang akan memberitahu pemiliknya. Bahkan sampai sensor tentang pengeluaran belanja dan jenis makanan sehat yang akan kita konsumsi dari isi kulkas tersebut pun bisa dideteksi oleh alat pintar tersebut.  Wow! Mau banget ya punya alat sensor seperti ini. Jika ingin melihat model-model teknologi lain, bisa mengunjungi Instructables.com. “Di sana ada penjelasan tentang tutorial pembuatan alat-alat teknologi seperti robot tersebut,” ujar Adi.
        Satu lagi yang paling ingin saya miliki (bukan karena kepo ya ^^), yaitu alat pengecek untuk mengawasi anggota keluarga yang serumah dengan kita. Dengan alat ini, kita bisa mengecek kegiatan yang dilakukan anggota keluarga di rumah, sementara kita tidak berada di sana. Luar biasa! Saya yakin, sebagai perempuan (terlebih Ibu), bukan hanya saya yang tergiur dengan manfaat penggunaan alat-alat berteknologi canggih seperti yang diutarakan oleh Adi Robot. 

Pemilik bisnis kuliner di Banjaramasin yang perlu sentuhan TIK (dokpri)
        Semua perempuan, apalagi yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, kecanggihan fungsi alat pintar itu akan sangat membantu memudahkan aktivitas mereka. Namun, masalahnya, bagaimana dengan perempuan-perempuan yang tinggal di pelosok-pelosok negeri tercinta ini? Seperti ketika saya berkunjung ke Banjarmasin dan sempat melihat perempuan-perempuan yang punya bisnis kuliner. Kesederhanaan dalam pengelolaan bisnis dan cara kerja mereka, menjadi salah satu contoh yang perlu dikenalkan dengan sentuhan teknologi yang lebih canggih. 

Anak-anak Pemulung yang belum tersentuh TIK. (dokpri)
        Contoh lain adalah kesulitan yang sempat saya rasakan saat memberi materi tentang menulis kepada anak-anak pemulung di sekolah pemulung Bantargebang. Akses teknologi, khususnya internet yang terbatas atau bahkan tidak ada samasekali, menjadi sebuah tantangan bagi saya sebagai trainer di sana.
        Melalui forum diskusi inilah saya berusaha mencari masukan tentang langkah-langkah untuk memikirkan solusinya. Tidak ada masalah yang tak memiliki jalan keluar. Semua harus diawali dengan semangat. Salah satu contohnya adalah dengan mengunjungi daerah-daerah terpencil itu, memberikan sosialisai, dan mengenalkan teknologi dari tingkat dasar, serta dilakukan secara berkesinambungan. Dan, itu adalah tugas perempuan juga sebagai bagian dari penggerak pembangunan.

Perlukah Personal Branding bagi Perempuan?  
            Dalam memanfaatkan Teknologi Informasi, satu hal yang tidak bisa diabaikan adalah peran sosial media. Perempuan sebagai penggunanya, perlu mengukuhkan kekuatan di sosial media agar mampu mengontrol segala aktivitasnya di sana. Untuk menjawab kondisi tersebut, Amalia E. Maulana, Ph.D., Brand Consultant dan Ethnographer (ETNOMARK Consulting), hadir sebagai narasumber berikutnya.
Amalia E. Maulana, Ph.D dan materi tentang Personal Branding (dokpri)

            Perempuan hebat dan smart yang murah senyum ini, menyajikan materi seputar personal brandingserta pemanfaatan kekuatan sosial media untuk kegiatan marketing yang efektif dan efisien.  Beliau mengatakan, “Sosial media adalah uncontrollable media. Untuk itu kita perlu membangun kekuatan di dalamnya.” Untuk membangun kekuatan tersebut, personal branding memang sangat diperlukan. Dengan kekuatan personal branding ini kita akan bisa mengetahui seperti apa kita di mata orang lain. Apa yang mereka bicarakan tentang kita (positif maupun negatif) saat kita tidak bersama mereka? Seberapa besar mereka mengingat profil kita, di sanalah sebenarnya brand kita terbentuk.
            Di awal paparan materinya, Amalia mengatakan dirinya adalah “Agent of Change”. “Saya yakin, ibu-ibu yang diundang dan hadir di sini adalah Agent of Changejuga. Dan, sebagai Agent of Change, kita tidak bisa bekerja sendiri. Kita harus bekerjasama,” tekannya memberi apresiasi kepada kami yang ada di ruangan itu. Wah! Tiba-tiba rasa tersanjung itu menyusup di hati saya. Namun, sebelum rasa tersanjung itu membubung, rasanya saya perlu menyimak lebih jauh lagi tentang personal branding ini. 
 
Seperti inilah cara kerja sosmed (dokpri)


            Sebagai penulis, guru jurnalistik, blogger, dan baru saja memulai usaha bisnis kecil-kecilan (kuliner), saya sendiri sering menggunakan istilah brand atau branding untuk mempromosikan diri dan hasil karya saya. Sementara Amalia mengatakan bahwa brand bukan hanya tentang iklan, banyak hal yang perlu dikaji dan dipahami lebih jauh.
Menurut Amalia, ada tiga label yang perlu dipahami tentang brand ini:
  1. Brand Ambasador, yaitu bersedia mengenalkan produk atau menjadi bagian dari branding produk tanpa harus dibayar.
  2. Brand Endorser, yaitu membantu mempromosikan produk karena dibayar.
  3. Brand Guardian, yaitu terlibat secara aktif dalam melakukan branding produk serta bersedia memberikan jawaban atas keluhan/masalah dari konsumen terhadap produk tersebut.  
Dari penjelasan Amalia, saya menyimak lima kesalahan yang sering terjadi dalam penggunaan sosial media sebagai marketing.
  1. Learning by doing
Amalia sangat menganjurkan untuk meninggalkan konsep “Learning by doing” menjadi “Do it right from the beginning”. “Melakukan semuanya dari awal dengan benar, akan membuat kita terhindar dari masalah-masalah yang menjauhkan kita dari tujuan awal,” ujarnya meyakinkan.

  1. Trial and Error
Buatlah konsep yang efektif dan efisien terhadap apa yang ingin kita tawarkan. Hal ini akan memberikan efek yang tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, uang, dan tenaga. Memahami karakteristik konsumen adalah langkah yang wajib dilakukan. Apa yang dibutuhkan konsumen (customer oriented) harus menjadi pijakan utama. Product oriented akan memberikan efek jangka pendek. 

  1. Competitor Benchmarking bukan Consumer Understanding
Menghindari kebiasaan membuat produk yang sudah ada dan pernah dibuat oleh kompetitor. “Carilah hal-hal baru yang belum pernah diberikan oleh produk yang sama kepada customeruntuk memberi kepuasan berbeda,” imbuh Amalia.

  1. Advertising focus bukan “Branding (Research)” focus
Studi dan research yang kreatif tentang sebuah produk, serta menemukan orientasi konsumen dan perilakunya merupakan langkah yang lebih tepat, ketimbang gencar beriklan tanpa konsep yang jelas. 

  1. Tidak memperhatikan Reputasi Diri
Menurut Amalia, reputasi adalah aset terbesar yang harus selalu dijaga dan diperhatikan. Hal-hal positif dan negatif tentang kita akan terekam di sosial media. Ini akan menjadi rekam jejak reputasi kita sepanjang masa. Maka, butuh kehati-hatian yang ekstra di sini.

        Berikutnya, Amalia menjelaskan tentang Revolusi Digital. “Kita harus lebih fokus dalam hal pemahaman konsumen, karena konsumen di era digital lebih berat untuk dipuaskan dibanding zaman sebelumnya. Termasuk memahami prilakunya serta media yang digunakannya,” ujarnya.
        Amalia juga memberi contoh tentang perempuan-perempuan yang belum menggunakan semua ketersediaan akses di sosial media, seperti instagram, twitter, facebook, blog, dan lain-lain. Bagaimana cara menjangkau mereka? Beliau menganjurkan untuk menggunakan prinsip low hanging fruit. Mencari lapisan konsumen yang paling mudah dijangkau dibanding yang sulit, akan memberikan hasil lebih besar.

Menyempatkan foto bareng dgn Ibu Amalia 
Dari paparan tentang personal brandingini, Amalia memberikan gambaran tentang sebuah brand. “Brand yang kuat adalah brand yang cemerlang, relevan, konsisten, dan distinctive (berbeda, istimewa),” pungkas Amalia. 
To be continued .... [Wylvera W.]

Perempuan dan Teknologi Informasi

$
0
0
(Bagian 2)
Bapak Bambang Kristiono (dari KPPPA) membuka sesi berikutnya (dokpri)

            Di bagian pertama dari judul “Perempuan dan Teknologi Informasi”, saya sudah membagi isi materi dari dua orang narasumber. Yang pertama Adiatmo Rahardi (Founder of the Largest Indonesia Robot Maker Community) dan Amalia E. Maulana, Ph.D., Brand Consultant dan Ethnographer(ETNOMARK Consulting). 
Inilah lanjutan catatan materi dari dua narasumber berikutnya.

Kebutuhan Konten Informasi bagi Perempuan
            Narasumber berikutnya adalah Julie Rostina, SKM, MKM (Dosen UIN Syarif Hidayatullah) dari Forum Peduli Anak Indonesia (FPAI). Beliau membahas tema tentang “Kebutuhan Konten Informasi bagi Perempuan”.  

Ibu Julie Rostinasaat memaparkan materinya (dokpri)

“Tahun 2012, kami pernah diminta oleh KPPPA untuk melakukan studi di 3 provinsi. DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat,” ujarnya mengawali pemaparan materi berdasarkann pengalaman tersebut.
            Julie Rostina mengatakan bahwa dari kajian yang mereka lakukan, ternyata di tiga wilayah kajian mereka, sebagian kaum perempuannya belum memahami apa itu “Teknologi Informasi”. Ini yang membuat mereka tertinggal, baik di pengetahuan tentang menangani masalah rumah tangga, kesehatan reproduksi, cara pengasuhan anak, serta informasi cara menyalurkan, mengembangkan bakat dan kemampuan mereka. Menurut catatan beliau, berdasarkan data UNESCO di tahun 2007, di negara-negara Asia Pasifik (termasuk Indonesia), selama 25 tahun terakhir, perempuan tertinggal tentang IPTEK dibandingkan laki-laki.
“Karena kurangnya informasi tentang pengetahuan, pendidikan di rumah secara tidak sengaja sudah mendikotomi anak perempuan dan laki-laki. Sebagai contoh, anak perempuan yang bermain mobil akan dianggap mirip anak laki-laki, sebaliknya, anak lak-laki yang bermain boneka akan dianggap seperti anak peremupan. Padahal kedua benda itu tidak memiliki kelamin. Jadi, secara tidak langsung kita sering melakukan dikotomi ini dan berefek pada pendekatan IPTEK. Yang berbau IPTEK berarti dekat dengan anak laki-laki,” ujar Julie memberikan contoh kesalahan pemahaman dalam pendampingan tumbuh kembang anak.
            Dari pemaparan yang disampaikan, saya mencoba merangkum beberapa poin penting. Salah satunya tentang dikotomi peran antara perempuan dan laki-laki. Dikotomi ini menjadi penyebab kesenjangan dalam mengakses informasi untuk memahami dan menyerap manfaat dan keuntungan dari teknologi. Di bagian terpenting inilah perempuan yang sudah melek teknologi mengambil peran agar bisa membuka peluang untuk menjadi jembatan penerus informasi tersebut bagi kaum perempuan yang masih tertinggal. Bagaimana informasi bisa dijadikan sebagai alat bantu yang efektif, agar perempuan bisa mengakses dan mendapat peluang demi meningkatkan kualitas dirinya? Melalui kajian ini, diharapkan tidak akan terputus pada satu diskusi saja.
            “Saat ini, teknologi tidak hanya menyentuh kalangan atas, namun juga kalangan bawah. Adapun yang melatarbelakanginya adalah beberapa kebutuhan yang meliputi kebutuhan fisik, kemanan, harga diri, dan aktualisasi diri,” tambah Julie Rostina lagi memberikan latar belakang tentang kebutuhan konten informasi bagi kaum perempuan.
            Menurut Julie (dan saya yakin kita sebagai perempuan juga menyetujuinya), bahwa perempuan memiliki multi peran (sebagai istri, ibu, manajer keuangan, guru, chef, psikolog, dokter, dsb). Inilah yang mendorong kaum perempuan harus melek IPTEK. Dan, berdasarkan multi peran kaum perempuan ini pula KPPPA melakukan kajian secara terus-menerus dengan tujuan untuk membantu meningkatkan statusnya.
Kendala seputar kondisi geografis, status sosial, dan taraf ekonomi, memang sangat berpengaruh pada tingkat kemampuan kaum perempuan untuk mengakses Teknologi Informasi. Inilah yang menjadi tugas kita sebagai perempuan (yang notabene lebih memiliki peluang lebih untuk memperoleh pengetahuan tersebut). Setidaknya, kita bisa membantu menyebarkan pengetahuan yang terkait dengan Teknologi Informasi kepada para perempuan yang membutuhkannya. Penyebaran itu tidak terbatas pada konten infromasi saja, namun lebih lanjut bisa melalui tindakan nyata seperti pendampingan hingga mereka bisa dilepas untuk melakukannya kelak secara mandiri.

Perempuan Harus Tanggap Teknologi
            Kebersamaan kami di forum diskusi ini akhirnya diakhiri oleh pemaparan materi yang singkat, padat, namun menjadi semacam rangkuman dari keseluruhan tujuan pertemuan di dua hari itu. Martha Simanjuntak (Founder dan mantan Ketua Umum Indonesian Woman Information Technology Awareness – IWITA). IWITA yang didirikan pada tanggal 9 April 2009, berkedudukan di Jakarta, memiliki daerah operasional di seluruh Indonesia, adalah organisasi perempuan Indonesia yang tanggap terhadap Teknologi Informasi.

Bu Martha dan slide awal materinya (dokpri)
         Perempuan cantik dan energik ini, mengajak perserta untuk berdiskusi dengan gaya pemaparannya yang renyah, lincah, dan kocak. Saya merasakan suasana semakin mencair begitu saja saat menyimak materi dari beliau. Beberapa hal yang sempat terekam oleh saya saat Martha menjelaskan tentang pentingnya Career Capital (semacam nilai kompetensi yang meliputi pengetahuan dan kepribadian seseorang dalam menghasilkan nilai ekonomi), khususnya bagi kaum perempuan.

(dokpri)

-          96% wanita Indonesia berpendapat bahwa career capital merupakan faktor penting untuk meraih kesuksesan.
“Jangan rendah diri jika Ibu hanya seorang ibu rumah tangga sebagai penggiat sosial dan blogger. Blogger itu karir, penggiat sosial itu karir,” tegas Martha meyakinkan. Martha juga memberi dukungan semangat dengan mengatakan bahwa perempuan penggiat sosial dan blogger dengan ragam keterampilan yang dimiliki, harus optimis untuk menghadapi masa depan dengan memanfaatkan teknologi (internet) demi meraih produktivitasnya.
-          62% wanita Indonesia menganggap bahwa etos keja dan efisiensi yang tinggi sebagai kontributor paling menentukan dalam kesuksesan pekerjaan dan kerja team.
“Temuan ini tidak terbatas pada kerja kantoran saja, tapi di ragam aktivitas perempuan,” ujarnya memberi penjelasan tambahan.
-          86% wanita Indonesia percaya bahwa memperluas jaringan pribadi dan keprofesionalan, dapat meningkatkan career capital.
“Sebagai contoh untuk temuan ini, blogger perempuan pencinta kuliner. Tentunya dia akan mencari network seperti tempat-tempat makan (restoran) yang sesuai dengan kebutuhan networkingnya,” jelas Martha memberi contoh.
Intinya, menurut Martha, segala aktivitas yang ingin kita lakukan, semua sudah tersedia informasinya di internet.
            Selanjutnya, Martha mengatakan bahwa fakta penting yang ditemukan; terdapat 42% wanita Indonesia lebih memilih bekerja di luar rumah, 50% beranggapan bahwa pengalaman lebih penting dari pada pendidikan. Sementara wanita karir di Indonesia, lebih berani dan percaya diri mengajukan promosi dibanding para wanita di Singapura dan Malaysia. Apa yang menyebabkannya? “Ini semua tidak lepas dari peran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Kuncinya, perempuan-perempuan Indonesia harus berani menghadapi tantangan, persaingan, dan rasa takut. Rasa takut mampu menguras kemampuan hingga 50%, dan sebaliknya jika mampu menaklukkan rasa takut maka kemampuan akan meningkat hingga 150%,” pungkasnya.
           
Sesi Berbagi sebagai Pelengkap Diskusi
            Di sesi akhir sebelum mengakhiri materinya, Martha menampilkan dua karakter manusia dalam menghadapi persoalan hidup di layar infokus. Di sana tertera dua bait kata-kata yang menggambarkan dua tipe karakter manusia. Pertama, menggambarkan tipe karakter gampang menyerah dan pasrah. Kedua, menggambarkan tipe karakter yang kuat, tahan terpaan badai kehidupan, dan optimis. 
 
Saya di sesi sharing (semoga sesuai dengan tipe karakter kedua ^^) - (foto: Ani Berta)
         Ketika Martha menawarkan kesempatan untuk berbagi, saya memberanikan diri tampil. Di kesempatan itulah untuk pertama kali saya berbagi cerita tentang kilas balik kisah hidup saya serta proses pembentukan kepercayaan diri hingga bisa sampai seperti sekarang ini. Semoga pengalaman yang telah saya bagi mampu memberi inspirasi bagi semua peserta diksusi di ruangan itu.
           
Kesimpulan
            Dari dua bagian catatan yang telah saya bagi, intinya adalah mari bersama-sama kita raih kondisi dimana kaum perempuan Indonesia selalu tanggap terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi. Melalui kesadaran (awareness), pembelajaran (learning), penerapan dalam kehidupan pribadi dan masyarakat (implementation), serta mampu mensosialisasikannya (sosialization), kaum perempuan mampu berperan dan berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Tidak hanya itu, kaum perempuan (para Ibu), mampu menciptakan generasi muda yang andal, kreatif, dan berprestasi. [Wylvera W.]
           
           
             

“Jadi Penulis itu Susah ....”

$
0
0

Saya, Mira, dan para pemenang cerpen terbaik (dokpri)
Mengapa jadi penulis itu susah?
Begini ceritanya ....
Saya pernah bercita-cita ingin menjadi dokter. Namun, seiring berjalannya waktu dan banyaknya faktor penyebab, cita-cita itu pun akhirnya tidak terwujud hingga saat ini. Akhirnya saya legowo mengikuti perjalanan ke mana nasib membawa saya. Hingga hari ini, saya ditakdirkan menjadi seorang istri, ibu dari dua anak, penulis, guru ekskul, dan agak deg-degan ngaku sebagai blogger (segan sama blogger yang beken-beken itu ... hikks ^-^).

Nah, dari semua status yang saya lakoni itu, entah mengapa justru yang paling membuat saya senang dan nyaman adalah saat mengajar. Berbagi dan berbicara di depan audience tentang pengalaman menulis yang saya miliki (padahal belum ada apa-apanya juga sih ...hehehe), membuat saya selalu happy melakukannya. Yang bikin takjub, ternyata apa yang saya minati (ngomong di depan orang-red), tanpa sadar mulai diwarisi pula oleh putri sulung saya. *sebelum diakui sama bapaknya ....bwuahahaha*

Beberapa minggu sebelum hari “H”, saya di- SMS oleh nomor telepon yang tidak saya kenal. Pesannya meminta kesediaan saya untuk menjadi pemateri pada acara workshop di SMPIT Thariq Bin Ziyad, Jatimulya Bekasi. Singkat cerita, saya menyetujui permohonan itu. Akhirnya saya pun bertemu dengan pengurus OSIS yang menjadi juru bicara mereka. Walaupun mereka mengaku anggarannya kecil, saya tetap bersedia. Honor bukan tujuan utama saya saat berbagi ilmu dan pengalaman.

Nah, di momen berikutnya, menjelang acara, salah satu pengurus OSIS SMPIT tersebut kembali menghubungi saya. Mereka ingin menambahkan bintang tamu lain di sesi workshop itu. Syaratnya harus seorang penulis, tapi yang remaja. Saya ajukanlah nama anak saya (Yasmin Amira Hanan). Saya ceritakan sekilas tentang profil Mira kepada mereka. Mereka pun senang sekali dan langsung menyambut dengan baik.

Saya tahu kalau mereka itu masih SMP, tapi sudah berhasil mengemas acara besar di sekolahnya yang diberi tajuk “Thariq Carnival”. Sementara “Workshop Menulis” yang diisi oleh saya dan Mira, merupakan salah satu dari serangkaian acara lainnya di event tersebut.

Tibalah di hari Senin, 18 Mei 2015. Karena acaranya akan dimulai pada pukul 08.00, saya dan Mira pun ingin tiba tepat waktu. Sebelum jam delapan, kami sudah tiba di sekolah itu. Rasa kagum saya menepis kecewa yang nyaris muncul, ketika jadwal yang disepakati sedikit bergeser. Acara yang seharusnya dimulai dari jam delapan pagi akhirnya karena kurang detail persiapannya, mundur satu jam. Tidak apa-apa.

Semangat kalau melihat pesertanya ramai begini (dokpri)
Setelah acara dibuka oleh pengurus OSISnya, kami pun siap berbagi. Seperti biasa, materi yang saya berikan adalah seputar dasar-dasar tentang menulis cerita. Satu per satu dari langkah-langkah tentang menulis pun saya paparkan, berikut contoh-contohnya. Sesekali saya memancing gelak-tawa mereka untuk menghindari ketegangan dan kebosanan. Hingga tiba pada sesi praktik di bagian pertama, yaitu menentukan karakter tokoh dalam cerita.

Selepas sesi praktik, saya kembali melanjutkan materi tentang alur, setting, ending, dan sekilas pengetahuan tentang self editing. Di sela-sela presentasi, sesekali saya melirik Mira. Saya yakin, Mira juga diam-diam memerhatikan cara saya berbicara di depan 75 anak-anak remaja itu. Dia harus siap menggantikan posisi saya di depan untuk memberi motivasi seputar pengalamannya sebagai penulis remaja. Meskipun selama ini Mira sudah sering tampil dan berbicara di depan publik, namun memberi motivasi tentang menulis adalah momen pertama baginya. Saya deg-degan juga.

Suasana pelatihan (dokpri)
Setelah ini ya, sesinya Kak Yasmin Amira dong ^-^ (dokpri)
Materi dari saya pun akhirnya selesai. Sesi praktik menulis cerita sebanyak 200 kata juga sudah terlaksana. Saya meminta waktu sekitar 1 jam untuk membaca dan memilih 4 cerita terbaik dari 75 karya yang terkumpul. Mira pun mengambil alih sesi. Sambil membaca naskah, saya sesekali menyimak motivasi yang disampaikan Mira. Dia mengawali cerita tentang mengapa dia akhirnya jatuh cinta dan memilih terjun sebagai penulis muda.

Saya pikir Mira grogi, malah sebaliknya ... mengaliiir (dokpri) 
Saya tersenyum-senyum ketika Mira berkisah tentang pengalamannya saat tinggal di Amerika. Katanya, dari sanalah kesenangannya pada dunia menulis berawal. Mira juga bercerita kalau ibunyalah yang punya andil besar menumbuhkan minatnya dalam menulis. Wow! Bisa dibayangkan betapa tersanjungnya saya saat itu. *ge-er mood on*

Mira kembali melanjutkan kisah pengalamannya. Dari yang awalnya dia hanya suka membuat puisi-puisi standar, akhirnya berkat dorongan Ibu, dia pun berani mengikuti kompetisi menulis cerita pendek antar sekolah di sana. Cerpennya dipilih sebagai salah satu yang mewakili Martin Luther King School, tempatnya bersekolah di Amerika. Walau belum berhasil meraih juara 1, 2, dan 3, cerpen pertamanya (The Poor Sam), berhasil masuk nominasi.

"Boleh gak, saya nyebut elo dan gue?" tanya Mira membuka sesinya (dokpri)
Dari cerpen itulah semangatnya semakin terpacu. Mira kembali memberanikan diri mengikuti lomba menulis cerpen (masih di Amrik) yang diselenggarakan oleh Indonesian Muslim Society in America Sisters (IMSA Sisters). Karyanya terpilih sebagai cerpen terbaik kedua. Sejak itu, Mira terus memupuk keterampilannya di bidang menulis, sampai kembali ke tanah air. Lagi-lagi, berkat dukungan Ibu, katanya dia akhirnya berhasil mengikuti workshop menulis untuk pertama kalinya. Dia menyebut nama Kak Benny Rhamdani sebagai guru menulis andal yang telah memberinya ilmu tentang dasar-dasar menulis cerita.

Mira begitu semangat berbagi dan memberi motivasi. Satu kalimat yang paling saya ingat dan juga memancing tawa audience, ketika Mira mengatakan, “Jadi penulis itu susah, namun kita bisa membuatnya menjadi mudah ketika membayangkan fee dan royaltinya.” Kalimat awal Mira itulah yang menggelitik saya untuk memilih judul catatan di postingan ini. 

Selanjutnya, Mira juga menceritakan tentang kegembiraannya saat menerima laporan royalti dan honor dari karyanya (novel dan cerpen). “Aku bisa beli hape dengan hasil kerjaku sendiri, bisa nraktir teman makan-makan juga. Trus, bukan cuma itu aja. Jadi semakin dikenal juga di sekolahan. Kalau ada yang nanya, “Yasmin yang mana?” Pasti jawabnya, “Itu lho, anak XI MIA 5 yang penulis itu.” Cieee ... gaya kan aku?” ujarnya kocak, mengundang tepuk tangan.

Begitulah, setelah kurang lebih 45 menit memberi motivasi, Mira akhirnya menutup sesinya dengan berpesan, “Jadi, inti dari semua yang aku ceritakan tadi. Kalian itu terserah mau milih jadi apa. Jadi dokter, guru, pilot, diplomat, apa aja ... tapi keterampilan menulis jangan diabaikan. Kalian pasti butuh sama itu. Aku nggak maksa kalian harus jadi penulis seperti Ibuku atau wajib nulis-nulis novel seperti aku. Tapi sekali lagi, keterampilan menulis tetap harus kalian asah dan latih. Nanti kalian akan rasakan manfaatnya,” pungkasnya sebelum menutup kalimatnya dengan salam

Cinderamata dari Pengurus OSIS SMPIT TBZ Jatimulya (dokpri)
Terharu rasanya saya melihat Mira yang begitu percaya diri mendampingi saya berbagi sesi mengisi workshop tentang dunia penulis. Saya jadi merasa punya asisten baru. Semoga kesempatan seperti ini suatu hari menghampiri kami kembali. Kami akan dengan senang hati berbagi dan memberi motivasi seputar dunia kepenulisan. Mengajak anak-anak lainnya untuk mencintai dunia literasi. Semoga. [Wylvera W.]

Menumbuhkan Minat Baca dan Menulis pada Anak

$
0
0



Suasana ruangan seminar  (dokpri)


Kegemaran membaca dan menulis pada anak adalah paduan ideal yang menjadi harapan banyak orangtua. Namun tidak semua anak menyukai keduanya. Ada yang senang membaca tapi belum tentu gemar menulis dan sebaliknya. Tidak salah memang, tapi sebagai orangtua, kita selalu berharap agar anak-anak kita mencintai keduanya. Lalu, apakah harapan itu bisa terwujud jika orangtua tidak pernah mencontohkannya? Bisa iya bisa tidak. Namun lazimnya untuk memudahkan agar anak terbiasa memadukan kegemaran membaca dan menulis ini, orangtua hendaknya bisa menjadi teladan mereka.
Terkait dengan tujuan menyelaraskan kegemaran membaca dan menulis ini, saya diminta untuk menjadi salah satu narasumber oleh Bu Tien di TK Islam Istiqomah, Cibinong, milik beliau. Sementara dua materi lainnya yang berhubungan dengan tumbuh kembang dan pendampingan anak, disampaikan oleh Suci Susanti (Aktivis Lapas Anak dan Ketua Gerakan Peduli Remaja), dan Reni Rudiyanto (Ketua Yayasan Tunas Cabe Rawit, Pendiri Sekolah dan Taman Bermain Lil’bee).
 
Ki - Ka: Suci, Reni, Saya (Trio Narsum), dan Bu Tien (dokpri)
Mengapa harus kami bertiga? Tidak ada hal istimewa sebenarnya yang melatarbelakangi mengapa kami bertiga yang diminta mengisi seminar itu. Bu Tien sudah lama ingin mengundang kami. Beliau pernah mengikuti acara seminar yang pernah kami selenggarakan di kawasan Ruko Sumarecon Bekasi, akhir Desember 2014 yang lalu. Dari momen itulah, Bu Tien berniat ingin mengundang kami ke sekolahnya.
Seminar Parenting ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional dan Milad TK Islam Istiqomah yang ke-6. Niat baik ini bisa terlaksana pada hari Sabtu, 30 Mei 2015 yang lalu. Acara dibuka oleh Bu Tien, sekitar pukul 09.00 WIB. Sementara, saya akan menyampaikan tema tentang “Menumbuhkan Minat Baca dan Menulis pada Anak”.
Di postingan ini, saya hanya menyajikan bagian dari materi yang saya bawakan. Sebab, akan panjang sekali postingannya jika saya memaparkan dua materi yang tak kalah seru dari kedua partnersaya di mini seminar itu. Semoga di postingan berikutnya saya bisa merangkum hal-hal penting bemanfaat yang telah disampaikan oleh Suci dan Reni.

"Kita adalah role model bagi anak." (dokpri)
 
Sebagai pembicara pertama dengan tema “Menumbuhkan Minat Baca dan Menulis pada Anak”, saya mengawali materi dengan beberapa tahapan sebagai pemicu yang bisa dipratikkan orangtua. Diantaranya; Sejak usia berapa anak mulai bisa dikenalkan dengan bacaan? Mengapa harus menstimulasinya dengan membaca? Buku apa yang pas untuk dibaca? Apa saja faktor pendukungnya?
Dari beberapa pertanyaan yang saya paparkan di slide, ternyata masih ada orangtua yang abai pada salah satu tahapan tersebut. Sebagian dari orangtua hanya menyuruh tanpa memberi contoh. Inilah yang menjadi pembahasan untuk menghidupkan suasana seminar. Saya berusaha meyakinkan bahwa sebagai orangtua kita tidak bisa menginginkan anak kita gemar membaca kalau kita sendiri tidak mencontohkannya.

Serius menyimak (dokpri)

Berlanjut ke materi tentang menumbuhkan minat menulis. Saya kembali memaparkan langkah-langkah yang bisa dicoba oleh ibu-ibu yang hadir di seminar itu. Saya mengawali materi ini dengan satu kata kunci sebagai pemicu terbesar, yaitu membaca. Dari banyak membacalah anak menemukan jalan untuk mengawali kegemarannya pada menulis. Lalu pada usia berapa anak bisa dirangsang untuk mulai menulis? Karena setiap anak berbeda dalam perkembangan motoriknya, maka orangtua pun tidak bisa menerapkan teori yang sama. Selanjutnya saya menjelaskan proses memicu anak dalam kegiatan menulis dan apa dampak positif dari anak yang gemar menulis. 
 
Yang hadir ibu-ibu semua ^_^ (dokpri)
Di sesi pertanyaan, ada satu hal yang paling membuat saya terkesan. Seorang ibu bingung untuk menemukan cara agar anaknya yang cenderung memiliki kecerdasan kinestetik (kecerdasan fisik) untuk gemar membaca. Kecerdasan kinestetik yang dimaksud adalah kecerdasan yang terkait dengan olah tubuh. Anak yang memiliki kecerdasan kinestetik ini menyukai hal-hal yang berkaitan dengan gerak tubuh seperti olahraga dan seni tari. Anak kinestetik cenderung susah diam dalam waktu lama.
“Anak saya memang senang membeli buku. Buku-buku yang dibeli biasanya bergambar robot kesukaannya. Tapi ketika sampai di rumah, dia hanya membolak-balik halaman buku itu dan melihat gambarnya saja, tanpa mau membacanya. Menumpuklah buku-buku itu tanpa pernah dibaca. Menurut Bu Wiwiek, bagaimana caranya agar anak saya mau membaca buku yang dipilih dan dibelinya itu?”
Saya mencoba memberikan solusi dengan membuang segala unsur paksaan. Walaupun proses menuju hasilnya mungkin akan lambat, saya berharap si Ibu mau mencobanya di rumah. Dari beragam penjelasan, anak yang memiliki kecerdasan kinestetik juga memiliki kecerdasan di bagian otak yang mampu mengendalikan gerakan tubuh untuk terampil menggunakan jari atau motorik halus. Bagian ini bisa dijadikan peluang awal bagi orangtua yang memiliki tipe anak serupa.
“Mulailah dengan pelan-pelan mengajaknya menggunakan alat tulis. Coba Ibu balik tahapannya. Bukan dengan membaca tapi menulis. Minta si anak membuat gambar sesuai dengan gambar robot-robot yang dia suka di buku yang dibelinya itu. Biasanya anak seperti ini tidak akan mudah untuk mengikuti format baku, jadi biarkan dia menggerakkan jari semampunya. Ibu juga bisa terlibat di dalamnya. Bisa dengan mengatakan kalau Ibu ingin sekali dia menggambarkan robot untuk Ibu. Lalu, jika berhasil di tahap ini, katakan pula kalau Ibu ingin dia bercerita tentang kehebatan robot yang digambarnya itu,” jawab saya sangat hati-hati. 


Ibu-ibu pada antusias bertanya (dokpri)

Begitulah, setelah sesi pertanyaan dibuka, beberapa Ibu sangat antusias mengajukan pertanyaan. Namun, waktunya memang terbatas karena masih ada dua pemateri lagi yang akan mengisi sesi seminar itu. Dengan keterbatasan waktu tersebut, saya berusaha memberi jawaban dengan ragam contoh agar lebih mudah dipahami dan dipraktikkan pada anak-anak mereka. Dan, saya tidak mengira kalau materi yang saya sampaikan begitu memicu semangat bertanya para Ibu yang hadir di mini seminar itu.
Satu lagi pertanyaan dari salah satu guru TK di sekolah itu yang membuat saya spontan teringat pada zaman anak saya masih duduk di sekolah dasar.
“Bu, kita terkadang bingung memberi pemahaman kepada orangtua yang ingin mendaftarkan anaknya ke sekolah ini. Pertanyaan yang diajukan pertama kali biasanya tentang materi pengajaran yang diberikan. Kecenderungan para orangtua ketika anaknya masuk di TK, menginginkan pihak sekolah lebih banyak memberikan materi tentang membaca dan menulis agar anak mereka tidak ketingalan saat masuk SD. Bagaimana menurut Ibu? Apakah kami harus memenuhi permintaan itu?”
Pertanyaan ini membuat saya memutar ingatan pada masa-masa kedua anak saya bersekolah di Amerika. Ketika itu anak-anak saya seperti dikejutkan oleh sistim pembelajaran yang benar-benar berbeda dengan sekolah asal mereka. Di sana, pada level sekolah dasar pun penyajian materi dari masing-masing bidang studi disampaikan dengan menekankan pada konsep bermain dan dekat dengan alam. Apalagi di level TK, anak-anak tidak dipaksa untuk  mengenal dunia baca dan menulis. Meskipun arahnya ke sana, tapi cara pembelajarannya tetap menitikberatkan pada konsep bermain dan dekat dengan alam. Hasilnya sungguh luar biasa. Anak-anak saya jadi lebih percaya diri dan mampu menerangkan suatu masalah dengan pemaparan logis dalam versi anak-anak. Contoh inilah yang saya sampaikan sebagai pembanding.
Saya memberi gambaran tentang konsep pembelajaran untuk anak usia TK

“Memang sistim di kita berbeda dengan sana, Bu. Meskipun di beberapa sekolah sudah banyak yang mengadopsi sistim pembelajaran yang tidak memberatkan, seperti mendorong anak sedemikian rupa untuk mencapai target bisa membaca dan menulis ketika naik level ke SD. Saran saya, pertahankan saja pola pengajaran yang sudah ada di sekolah Ibu. Mengajarkan anak-anak dengan cara yang mereka ketahui, yaitu lewat bermain dengan tetap mengarahkannya itu sudah benar. Misalnya dalam mengenal bentuk dan warna, tidak sekadar mengenalnya lewat bahan bacaan dan menuliskannya di buku tulis. Bagaimana anak mengenal kata pohon dengan memperlihatkan langsung pada bentuknya. Anak akan mengenal lebih dari sekadar kata pohon. Di sana dia juga akan mengenal warna, dan sebagainya. Cara seperti ini akan mengendap lebih lama di ingatannya. Dan suatu hari nanti, apa yang mengendap itu bisa menjadi referensinya dalam kegiatan membaca dan menulis dan menjelaskan hal-hal lain terkait dengan kata itu,” papar saya panjang lebar memberi masukan.
Akhirnya, sesi pertama dari saya pun usai. Saya sangat berterima kasih atas keantusiasan peserta seminar pada materi yang saya sampaikan. Semoga masukan, jawaban, dan tips yang telah saya sampaikan bisa dipraktikkan dan memberi manfaat nyata pada putra-putri peserta seminar. Terima kasih juga kepada Bu Tien yang sudah mengundang kami untuk berbagi pengalaman di TK Istiqomah. Semoga kerjasama ini terus terjalin dengan baik. Aamiin. [Wyvera W.]




Gracia Spa, Bukan Sekadar Menghangatkan Badan

$
0
0

Pemandian kolam air panas Gracia Spa (dokpri)
       Wisata menjadi salah satu kegiatan yang bertujuan untuk mempererat dan menghangatkan hubungan sesama pengurus Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia (PIPEBI) Pusat. Kegiatan ini tidak akan terwujud jika tidak disepakati bersama. Mulai dari proses pemilihan tempat hingga anggaran yang dibutuhkan, semua dibicarakan bersama-sama.
Akhirnya atas kesepakatan bersama pula, pada tanggal 26 Mei 2015 yang lalu, ibu-ibu pengurus PIPEBI Pusat kembali melakukan kegiatan wisata bersama. Tujuan wisata kali ini sebenarnya ada ke beberapa tempat di Bandung dan sekitarnya. Namun, di postingan ini saya hanya mencatat destinasi pertama, yaitu Gracia Spa Resort. Yuk, disimak!

Menuju Gracia Spa Resort
            Selasa pagi itu, saya termasuk peserta wisata tercepat yang hadir di area parkir Gedung Bank Indonesia Kebun Sirih, Jakarta Pusat. Kepagian judulnya. Untunglah, saya tidak sampai bengong dan “makan angin” pagi sendirian. Ada Bu Betty (dari seksi pendidikan) yang menjadi teman mengobrol sambil menunggu ibu-ibu yang lainnya. 
Mbak Yarin (sekretaris PIPEBI) memberi arahan di dalam bus (dokpri)
            Akhirnya sekitar jam tujuh, kami pun berangkat menuju Gracia Spa Resortyang terletak di Blok Dawuan Cikondong – Ciater Subang, Jawa Barat. Selama di perjalanan dalam bus selalu diwarnai dengan canda dan tawa ibu-ibu. Tanpa terasa perjalanan sekitar dua setengah jam itu pun membawa kami mendekati area resor. Sejauh mata memandang, saya dimanjakan oleh hamparan perkebunan teh yang menghijau. Begitu sampai dan turun dari bus, udara dingin yang segar begitu memanjakan kulit saya. Segaaar ...!
Modelnya mulai beraksi :p (dokpri)
Sebelum masuk lewat pintu utama, mata saya sempat menyapu pemandangan sekitar. Lokasi Gracia Spa Resort yang berada di kaki gunung Tangkuban Parahu langsung menyedot perhatian saya. Kondisinya sangat tenang karena jauh dari pusat kota. Sangat cocok buat mereka yang ingin refreshing serta menjauh sejenak dari keramaian ibu kota.
Kabarnya, Gracia Spa Resort merupakan salah satu tujuan wisata favorit para pelancong. Wajar saja. Udara bersih dan sejuk yang dikelilingi oleh perkebunan teh, kolam air panas yang berasal dari Kawah Ratu, air terjun mini, dan beberapa sajian fasilitas lainnya mampu menawarkan daya pikat bagi wisatawan. Selain bisa melepas lelah akibat tumpukan pekerjaan, berendam di kolam air panas yang bermuatan ramuan spa membuat badan ikut merasa rileks.

Berendam di Air Panas
            Setelah masuk ke area kolam air panas, saya tak sabar ingin merasakan hangatnya air kolam. Rasanya benar-benar menikmati paduan yang serasi antara udara sejuk dan kehangatan air yang ditawarkan. Setelah menyimak arahan dari koordinator wisata, saya pun melesat untuk berganti pakaian. Sesaat kemudian saya dan ibu-ibu lainnya sudah berkumpul di dalam kolam. Wuaaah ...! Rasa hangat sempurna menjalari tubuh saya. Hangatnya air kolam ikut melancarkan peredaran darah. Segar sekali rasanya. 
Horeee ...! (lupa umur ... hahaha) - dokpri
Bu Betty dengan gaya punggungnya ^_^ (dokpri)
            Sayang, airnya asin sehingga tidak begitu nyaman dipakai untuk menyelam. Tapi, tidak begitu dengan ibu-ibu yang memang maniak berenang. Bahkan ada yang bolak-balik memperagakan gaya renang sambil menikmati kehangatan air kolam itu. Sementara saya dan yang lainnya menikmati kebersamaan dengan canda tawa sambil tetap berendam. Kompak! Tidak sampai sejam, cukuplah buat saya. Begitu keluar dari kolam, badan benar-benar bugar serasa baru dipijat.

Menunggu antrian lunch ^_^ (dokpri)
"Jangan dihabisin ya, Mbak Queen!" Hahaha (dokpri)
Setelah puas memanjakan diri berendam di kolam air panas, kami pun bersiap bersih-bersih untuk menunaikan shalat dan makan siang bersama. Agenda berikutnya adalah jalan bersama menuju air terjun mini yang berada tak jauh dari lokasi resor. Tiba-tiba hujan turun. Saya pikir kami tak akan sempat melihat air terjun itu. Alhamdulillah ... hujannya reda.

Air Terjun Tersembunyi
            Saya menyebutnya sebagai “Air Terjun Tersembunyi”. Tempatnya memang terselip di area resor. Kami harus berjalan kaki menyusuri bangunan tempat penginapan Gracia Spa dengan jalanan yang naik dan turun. Tidak terlalu jauh, namun air terjun itu tidak terlalu populer seperti Air Terjun Maribaya yang berjarak sekitar 20 menit jika berkendara. 
Pose andalan. Bwuahaha (dokpri)
"Lihat siniii ...!" Klik! (dokpri)
Bagi saya, penampakan air terjun itu cukuplah menyejukkan mata. Tidak ada pilihan lain selain mengabadikannya dalam kamera. Klik! Saya pun beraksi dengan pose berlatar belakang air terjun. Lumayanlah buat belajar mengasah diri jadi model. Hahaha .... *siapin kantong kresek*

Jadi Model (lagi) di Perkebunan Teh
            Wisata bersama dalam sehari ke Gracia Spa Resort tidak bisa memuaskan diri dengan segala fasilitas yang disediakan. Harus bermalam sebenarnya. Namun, pilihan kami pada beberapa lokasi sudah lebih dari cukup untuk refreshing. Bukan sekadar menghangatkan badan, tapi juga hati untuk kembali melanjutkan program kerja yang sudah ada.
Inilah mantan model-model lawas itu. Qiqiqi (dokpri)
Masih pantas kan? *maksa* (dokpri)
Sebelum benar-benar meninggalkan area resor, kami menyempatkan untuk singgah di perkebunan teh. Tidak lama. Hanya beraksi lagaknya model tahun ’60 dan ‘70an. Bukan sekadar memoto pakai hape, tongsis pun ikut diberdayakan. Klik! Saya kembali ikut menjadi barisan model wanna be. Hahaha .... *siap-siap digetok tongsis*
            Nah, usai sudah catatan saya tentang wisata bersama ibu-ibu pengurus PIPEBI Pusat ke Gracia Spa Resort. Di bagian lain (kalau ada waktu ya ... hihihi), saya akan melanjutkan destinasi berikutnya. See ya! [Wylvera W.]

Berkah dalam Berbagi

$
0
0


Bersama para siswi SMP Islam Dewan Dakwah (dokpri)
Dulu, setiap kali diminta untuk memberi pelatihan menulis untuk anak-anak, selalu ada rasa tidak percaya diri di benak saya. Pengalaman dan kemampuan saya rasanya belumlah memadai untuk itu. Namun, melihat besarnya minat yang meminta, kok rasanya gak tega menolak. Maka saya pun bergerak dari niat ingin berbagi itu. Bukankah tak harus menunggu punya ratusan buku dulu baru bersedia berbagi ilmunya. *CMIIW*
Sejak itu, saya pun semakin bersemangat berbagi apa yang saya tahu. Dan senangnya, yang sedikit dari saya itu selalu dirasa besar manfaatnya bagi mereka yang mengikuti pelatihan. Dari sedikit yang saya bagi itu, mampu memicu semangat anak-anak itu untuk memulai menulis. Kenyataan ini membuat saya semakin percaya diri. Di samping itu, saya terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tentang menulis (khususnya menulis cerita). Dari yang lebih ahli tentunya. Sebab, di atas langit masih ada langit kan? ^_^
Pada hari Selasa, 8 Juni 2015 yang lalu, saya kembali diminta oleh teman untuk berbagi ilmu (biar keren saya sebut ilmu dong ya, hehehe) dan pengalaman menulis. Teman saya itu kebetulan guru di SMP Islam Dewan Dakwah yang berlokasi di Komplek Pusdiklat Dewan Dakwah, Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi.
Tidak terlalu lama saya berpikir untuk menerima tawaran itu. Terlebih saat mengetahui kalau yang akan saya ajari adalah murid-murid soleha yang semuanya perempuan. Mereka itu katanya sudah terlatih berdakwah, namun tetap haus akan ilmu menulis. Wah! Ini akan menjadi pengalaman baru lagi buat saya. Berbagi ilmu menulis kepada anak-anak yang sehari-harinya sudah dilatih untuk terampil berorasi. Saya harus mampu menyajikan materi dengan apik. Tantangan banget buat saya.
Tibalah hari ‘H’. Saya hadir lebih cepat dari waktu yang diminta. Tak apa. Saya jadi punya waktu untuk beradaptasi dengan lokasi acara. Saya juga bisa menyempatkan diri mengenal beberapa guru sebelum berhadapan dengan sekitar 70 murid yang semuanya perempuan itu. 
Sambutan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan (dokpri)
Sambutan Kepala Sekolah dan sekaligus membuka acara pelatihan (dokpri)
Acara yang dikemas sedemikan rapi oleh pengurus OSIS (mereka menyebutnya Lajnah Banatil Yaum). Saya kagum pada anak-anak SMP itu. Dari Pembawa Acara hingga kata sambutan Ketua Lajnah yang tampil, memberikan gambaran yang sesuai dengan tempat mereka bersekolah. Kalimat yang mereka gunakan sangat terangkai dengan rapi. Lancar dan mengalir.
Saya deg-degan? Ya ... sedikit.
Akhirnya setelah moderator selesai membacakan profil dan CV saya, waktu pun saya ambil alih. Bismillah ... saya berdoa dalam hati. Semoga cara saya menyajikan materi tentang kepenulisan mampu klik ke mereka. Saya buka dengan salam dan motivasi awal tentang pentingnya keterampilan menulis untuk melengkapi profesi. Semua tekun menyimak. Pelan-pelan rasa deg-degan yang tadi muncul menghilang. Saya mulai melebur dengan mereka.
Lihatlah betapa tekunnya mereka menyimak ^^(dokpri)
Saya pun bersemangat menjelaskan (dokpri)
Setelah materi motivasi selesai, saya mulai masuk ke teknik menulis. Mulai dari menemukan dan memilih ide serta mengemasnya menjadi sebuah cerita yang menarik. Belum ada pertanyaan. Mereka masih fokus pada pemaparan saya. Hingga sampai pada penentuan nama dan karakter tokoh, barulah mereka merespon.
“Bolehkah kita membuat cerita dari kisah nyata tapi dibikin fiksi?”
“Bagaimana cara memilih ide yang menarik jika ide itu banyak sekali?”
“Apakah karakter tokoh utama harus selalu baik?”
Dan, masih banyak lagi pertanyaan yang mereka ajukan sebelum masuk ke sesi praktik pertama. 
Membacakan nama dan karakter tokoh (dokpri)
Saya jelaskan bahwa sah-sah saja jika mereka mau mengambil ide ceritanya dari kisah nyata. Selama nama tokoh dan detail cerita aslinya sudah diubah ke dalam format fiksi. Saya berikan beberapa contoh tentang cerita seperti itu.
Memilih ide di antara puluhan ide yang bermunculan di kepala kita, memang bukan hal yang mudah. Karena ide cerita yang kita punya belum tentu tidak dimiliki oleh orang lain. Maka kuncinya memang harus banyak membaca. Dari banyaknya bahan bacaan, kita akan terbantu untuk memilih dan mengemas  ide yang berbeda. Untuk melengkapi pertanyaan ini, saya kembali memberikan contoh dari satu ide yang sama tapi dikemas dalam sajian yang berbeda. Intinya jangan menjadi plagiator.
Untuk karakter tokoh, saya kembali menjelaskan bahwa tidak selalu karakter yang baik-baik itu melekat pada tokoh utama dalam cerita. Yang perlu diperhatikan adalah pergerakan/perubahan karakter tokoh utama itu. Dari buruk menjadi baik, atau sebaliknya. Karena dari sanalah cerita dibangun. Dari sana pula konflik muncul dan mampu mewarnai alur cerita.

Praktik membuat cerita, minimal dua halaman folio (dokrpi)
Mereka manggut-manggut menyimak pemaparan saya. Alhamdulillah ... saya semakin bersemangat. Inilah yang membuat saya selalu merasa keasyikan jika sudah berdiri di depan para peserta (terlebih anak-anak dan remaja). Jika apa yang saya bagi direspon dengan antusias, maka momen itu akan semakin mengasyikkan. 

Inilah mereka yang terpilih dari dua sesi praktik (dokrpi)
Saya kembali melanjutkan materi sampai tuntas ke bagian ending dan self editing. Setelah semua materi selesai, saya akhiri dengan sesi praktik kedua, yaitu menulis cerita dengan memasukkan tokoh dan karakter yang sudah mereka buat di praktik pertama. Cerita yang mereka buat merujuk pada ilustrasi yang sengaja saya buat acak sesuai dengan jumlah gambar para tokoh di praktik pertama. Akhirnya dari semua cerita, saya memilih tiga terbaik. Mereka mendapatkan buku karya saya sebagai hadiahnya.
Alhamdulillah, berkah itu selalu menyertai keikhlasan (dokpri)
Begitulah, kebersamaan di kelas pelatihan menulis itu akhirnya menghabiskan waktu sekitar tiga jam. Setengah jam sebelum masuk waktu zuhur, acara pun diakhiri dengan penyerahan kenang-kenangan untuk saya. Tidak hanya satu. Ada sertifikat, buku karya Bapak Kepala Sekolah, piagam dan lainnya. Wah! Saya terharu karena mereka begitu menghargai profesi saya. Masya Allah ... semakin berkah rasanya. 
Alhamdulillah, mereka memborong buku-buku saya dan Yasmin(dokpri)
Terima kasih untuk awal dan akhir yang manis ini. Semoga apa yang saya sampaikan bisa dimanfaatkan dan memicu semangat menulis kalian anak-anakku yang soleha. Aamiin. [Wylvera W.]


Karya Sastra dan Imajinasi Anak

$
0
0

Pengajian Sastra, bagian dari serangkaian acara FLP Ciputat Fair 2015
            Diminta berbicara tentang 'Sastra Anak' dalam acara talkshow merupakan hal baru buat saya. Apalagi buat anak saya, Mira. Tentu saja dia bertanya-tanya. “Nanti aku harus bicara apa di sana, Bu?” lalu “Kalau nggak nyambung sama tema, gimana ya?” Namun, demi menguatkan semangat berbagi pengalaman di dirinya, saya tetap mengatakan bahwa “Kita harus bisa. Sebab tema yang panitia minta tidak jauh dari pengalaman kita sebagai penulis. Sudah seharusnya kita membaginya kepada yang belum paham.”
            Begitulah, akhirnya saya menyetujui permintaan Ketua Forum Lingkar Pena Wilayah Jakarta Raya, Sudi Yanto. Agar lebih siap, saya juga sempat menanyakan masukan dari Kang Ali Muakhir (salah satu penulis bacaan anak yang karya-karyanya sudah tersohor sampai ke pelosok negeri ini). Saya tahu kalau beliau pernah beberapa kali diminta untuk mengisi kegiatan senada di FLP. Tentunya beliau lebih berpengalaman. Syukurlah, jika akhirnya beliau memberi dukungan. 
 
Mbak Amal (Ketua FLP Cabang Ciputat) memberi kata sambutan - dokpri
            Sabtu, 27 Juni 2015, saya dan Mira akhirnya tiba di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Acara yang awalnya dijanjikan akan dimulai tepat pukul 13.00, akhirnya mundur satu jam. Waktu sejam itu kami manfaatkan untuk berbincang-bincang dengan Ketua FLP Wilayah Jakarta Raya (Mas Sudi) dan Ketua Cabang Ciputat (Mbak Amal) serta beberapa pengurus lainnya. Acara yang akan kami isi merupakan kegiatan rutin yang secara berkala dihelat oleh FLP Wilayah Jakarta Raya (Jabodetabek) dengan nama “Pengajian Sastra”. Kegiatan ini adalah sebuah gerakan literasi yang saat itu dalam edisi Roadshow ke FLP Cabang Ciputat. Sementara temanya adalah “Ketika Sastra Memengaruhi Imajinasi Anak”.
 
Mas Sudi (Ketua FLP Wilayah Jakarta Raya) - dokpri
Menyanyikan lagu Indonesia Raya - dokpri
            Acara pun dimulai pada pukul 14.10 WIB. Pembawa Acara membukanya dengan rapi dan hikmat. Diawali dengan pembacaan Al Qur’an, menyanyikan lagu Indonesia Raya, serta  sambutan dari para Ketua FLP. Setelah itu, talkshow yang menjadi inti acara dipandu oleh Moderator cantik yang kreatif. Beliau juga seorang penulis buku ternyata. Bela namanya.  
Tak kenal maka tak klik! Untuk itu, MC menyampaikan profil saya dan Mira dengan gayanya yang kocak. Saya suka cara Mbak Bela menghidupkan suasana. *kapan-kapan saya ajak jadi asisten ya, Mbak* ^^
           Diam-diam saya memerhatikan peserta talkshow. Mereka antusias menyimak sambil sesekali tersenyum. Selepas itu, saya pun menayangkan slide materi yang berjudul “Sastra dan Imajinasi Anak”. 

Mbak Bela membacakan profil saya dan Mira - dokpri
Hal pertama yang perlu dipahami adalah arti dari kata Sastra. Saya mengutip dari Wikipediayang menyebutkan bahwa Sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskertaśāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās-yang berarti "instruksi" atau "ajaran".Dalam bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. 
Sementara yang menjadi topik pada talkshow itu adalah tentang “Sastra Anak”, yaitu karya sastra yang ditulis oleh orang dewasa, remaja, dan anak-anak, berisi kisah tentang dunia yang akrab dengan anak-anak dan dapat dipahami oleh anak-anak.

Saya menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan materi - dokpri
Selanjutnya saya menayangkan ciri-ciri sastra anak. Jika dilihat dari segi kebahasaan, karya sastra untuk anak itu menggunakan kalimat sederhana, kata-kata yang sudah dikenal oleh anak-anak, gaya bahasa (majas)nya mudah dipahami anak, serta mengandung imajinasi yang mudah dijangkau oleh pemahaman anak. Selain itu, karya sastra untuk anak  juga memiliki alur yang sederhana (tidak berbelit-belit) dan berbentuk linear (alur maju). Tokoh dalam sastra anak bisa berupa manusia, binatang, tanaman, atau benda mati. Setting yang dipakai dalam cerita ada di dunia anak. Karakter tokohnya bisa dikenali dengan jelas (baik atau jahat). Tema cerita tunggal dan mendidik.

Mira menceritakan apa yang melatarbelakanginya jadi penulis - dokpri

Dari definisi dan ciri-ciri itu, saya mengatakan bahwa saya harus me-review kembali buku-buku karya saya. Demikian juga Mira. Semoga buku-buku karya kami masuk dalam kriteria itu. Lalu, bagaimana buku-buku itu akhirnya mampu memengaruhi imajinasi anak. Moderator akhirnya menggiring talkshow pada sesi tanya jawab. Beliau meminta Mira menceritakan alasan apa yang membuatnya memilih mengikuti jejak saya sebagai penulis. Adakah pengaruh dari profesi saya sebagai penulis pada perkembangan imajinasi Mira? Bagaimana saya menyikapi tentang anak-anak yang cenderung lebih menggemari gamesketimbang membaca buku atau mengakrabi sastra anak? 
Mira pun menceritakan bahwa awalnya dia tertarik untuk menulis puisi. Karena saya menganggapnya mampu menulis lebih dari sekadar puisi, maka dia pun mencoba menulis cerita pendek. Dan cerpen itu diikutkannya lomba. Walau tidak masuk dalam jajaran juara 1, 2, dan 3 namun Mira merasa bangga saat mengetahui karya pertamanya mampu menduduki kategori nominasi cerpen terbaik di level Elementary School, Urbana Illinois, USA. Mira juga mengatakan bahwa dia senang menulis. Bisa jadi itu karena sering mendengar Ibu bercerita dan menulis juga. Kalau ditanya tentang gaya tulisannya, Mira tak pernah memikirkan apakah itu memenuhi kriteria sastra anak atau tidak. Katanya “Aku ingin menulis, maka aku pun menuliskannya saja sesuai kata hatiku. Yang penting tidak keluar dari jalur dan etika penulisan.”
Selanjutnya, profesi saya sebagai penulis, belakangan baru menunjukkan pengaruh besar buat kedua anak saya. Terlebih buat Mira. Kecerdasan linguistiknya kian terbentuk bukan tanpa sebab. Saya yakin bahwa itu digerakkan oleh kecintaannya pada dunia menulis dan membaca. Imajinasinya kian berkembang dan terbentuk juga bukan tanpa sebab. Semua itu bisa jadi karena saya terus mendampinginya bergerak bersama di dunia kepenulisan dan literasi.

Mira buka kartu ih ^^ "Ibu itu cerewet kalau bicara soal tulis-menulis."
Demikan, talkshow terus bergulir. Bahasan meliputi upaya agar anak-anak bisa dikembalikan kepada bacaan yang bermanfaat agar tidak tergerus oleh pengaruh buruk dari kecanggihan akses teknologi (baca: gadget). Kalaupun mereka dekat dan melek teknologi, tetap diarahkan pada hal-hal yang bemanfaat. Seperti terampil mengakses bahan-bahan bacaan bermutu, untuk dijadikan sebagai referensi demi menambah pengetahuan yang positif.
Di sesi tanya jawab, para peserta mengajukan pertanyaan yang bernas. Beberapa di antaranya; Bagaimana jika otak kanan si anak lebih dominan memengaruhi cara berpikirnya? Bagaimana pengaruh cerita-cerita anak yang selalu berakhir dengan happy ending, sedangkan kita tahu bahwa tidak semua yang dialami anak berakhir bahagia? Bagaimana dengan buku-buku bacaan anak yang sesungguhnya tidak layak untuk dibaca oleh anak? Apakah masih layak buku-buku itu disebut sebagai karya sastra yang mampu memengaruhi imajinasi positif pada anak sebagai pembacanya? Dan beberapa pertanyaan lainnya yang membuat momen talkshow semakin menarik.
Saya mencoba memberikan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya katakan bahwa kita harus bisa memerhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak kita. Terlebih pada sikap dan perilakunya yang merupakan cermin fungsi otaknya. Sebagai orangtua, kita harus terus membantu agar otak anak berfungsi secara berimbang agar dia mampu berpikir kreatif, ingatannya tajam, kreatif dalam menulis, mampu menjadi pendengar yang baik dan bisa membaca sekaligus memahami apa yang dibacanya.
Peserta yang antusias bertanya - dokpri

Tentang cerita yang selalu berakhir happy endingsebenarnya tidak menjadikan pembaca anak jadi minder, penghayal, cenderung tidak mau melewati proses. Jadi bacaan yang baik untuk anak bukan terletak pada endingnya, namun alur yang menggambarkan perubahan karakter tokohnya dari buruk menjadi baik, baik menjadi buruk, miskin menjadi kaya, dan sebaliknya itulah yang menjadi contoh buatnya. Jika alur yang menunjukkan proses pencapaian ending bahagia itu dikemas dengan baik, maka si anak yang membaca cerita itu pun akan memperoleh pelajaran dari sana.
Untuk buku-buku anak yang terpajang di toko-toko buku, tidak bisa dipungkiri kalau belum tentu semuanya pas untuk anak-anak. Di sinilah tugas kita sesungguhnya. Baik bagi saya sebagai penulis maupun peran sebagai orangtua dalam mendampingi anak-anak memilih bahan bacaan. Sebagai penulis, saya dan teman-teman penulis bacaan anak lainnya selalu berusaha agar konsisten membuat cerita yang sesuai dengan anak-anak. Menyajikan karya dengan bahasa yang indah dan menggugah, juga bagian dari tanggung jawab kami. 

Alhamdulillah, ini surprise di akhir acara untuk saya dan Mira. Luar biasa!
Akhirnya talkshow yang menghabiskan waktu dua setengah jam itu, berakhir dengan satu kesimpulan dan pesan dari saya dan Mira. “Dekatkanlah anak dengan buku-buku bacaan yang bermutu, sampaikan kepada mereka kisah-kisah yang mendidik agar imajinasinya tumbuh dan mampu berkembang ke arah yang positif dan kreatif.” 
Foto bareng MC sebelum berpisah - dokpri
Terima kasih pada FLP wilayah Jakarta Raya dan cabang Ciputat yang telah memberi kepercayaan kepada kami menyampaikan dan mengulas tema di atas. Semoga yang sedikit dari kami mampu memberikan manfaat lebih banyak kepada peserta talkshow. Aamiin. [Wylvera W.]



Mari Maju Bersama Serempak

$
0
0


Sumber foto: Dian Kelana

Sebagai bagian dari anggota masyarakat Indonesia, perempuan dan anak harus mendapatkan hak yang sama dari negara. Untuk itu pemerintah membentuk sebuah departemen - Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) – yang secara khusus menangani permasalahan perempuan dan anak.
Di samping itu, perempuan juga tidak bisa terlepas dari kemajuan teknologi komunikasi. Beragam permasalahan perempuan dan anak perlu dijembatani oleh wadah yang mampu menyalurkan segala aspirasi guna menemukan solusinya. Tentu saja wadah tersebut harus mampu menjangkau segala penjuru. Maka hadirlah sebuah portal online bernama “Serempak”.
Awalnya portal yang fokus pada membahas masalah perempuan dan anak ini berada di bawah naungan Yayasan Air Putih. Dalam kurun waktu tidak terlalu lama, berkat kerjasama antara Pokja Serempak (diketuai oleh Ibu Martha Simanjuntak), akhirnya portal online ini melebur dan berada di bawah KPPPA. Selanjutnya portal Serempak pun menjadi milik seluruh masyarakat Indonesia dengan KPPPA sebagai fasilitatornya.
Berkaitan dengan portal online Serempak ini, pada hari Senin, 29 Juni 2015 lalu, saya dan para blogger diundang oleh KPPPA untuk berdiskusi bersama. Acara yang berlangsung di kantor Kementrian tersebut (Jalan Merdeka Barat No. 15 Jakarta Pusat), juga menggelar launchingPortal serempak.or.id. Sementara yang hadir sebagai pembicara adalah Dr. Wahyu Hartomo (Sekretaris Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Dra. Martha Simanjuntak (Ketua Tim Pokja Serempak), Robert AB (tenaga pengajar di Business School BINUS), dan Ani Berta (Koordinator Kemitraan Serempak).

Dr. Wahyu Hartomo
Sebagai pembuka, Bapak Dr. Wahyu Hartomo hadir untuk menyambut dan membuka secara resmi acara sosialisai portal Serempak pagi hari itu. Dalam sambutannya beliau mengatakan, “Saya menyambut baik acara ini, sebagai wujud nyata dari upaya dan usaha menggali serta mencari peluang guna memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi pembangunan bangsa dan negara yang kita cintai ini.”
Dr. Wahyu Hartomo(dokpri)
Di kesempatan itu, Bapak Wahyu Hartomo juga menyampaikan ucapan terima kasih atas terjalinnya kerjasama antara Tim Pokja Serempak dengan  KPPPA. Khususnya kerjasama dengan Deputi Bidang Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi KPPPA. Kerjasama tersebut selalu mendukung kegiatan terkait dengan penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang peduli pada masalah-masalah perempuan dan anak melalui Portal Serempak.

Serius menyimak (dokpri)
Bapak Wahyu Hartomo mengatakan bahwa masyarakat sangat menunggu hasil-hasil yang dicapai oleh portal Serempak. Semua berharap agar Tim Pokja Serempak mampu bertindak kreatif, lebih inovatif menawarkan gagasan-gagasan segar dalam menciptakan teknologi informasi yang baru. Semua upaya itu ditujukan untuk memberi kemajuan bagi perempuan dan anak. Sejauh ini, portal Serempak sangat membantu KPPPA sehingga bisa lebih maksimal dalam melayani masyarakat.

Robert AB
            Materi berikutnya dipandu oleh Bapak Robert AB. Beliau membahas tentang “Digital Marketing”. Robert AB mengatakan bahwa Teknologi Informasi dan Komunikasi sudah menjadi hal yang akrab bagi setiap orang. Termasuk dalam memasarkan bisnisnya. Orang mulai melakukan bisnisnya lewat layanan digital
Dalam pemaparannya, Robert AB membagi internet marketing ke dalam dua jenis, yaitu traditional marketing dan digitalmarketing. Menurut Robert AB, tradisional marketing masih membutuhkan biaya mahal untuk pembuatan iklan dan pemasaran produknya. Selain itu, sangat sulit juga diukur analitiknya. Kedua adalah digital marketing yang memiliki jangakuan jauh lebih luas dibanding traditionalmarketing. Digital marketingbisa dekat dengan siapa saja, tanpa batas wilayah, yaitu melalui media sosial yang saat ini sudah ada dalam genggaman banyak orang. 


Pak Robert AB (dokpri)

Digital marketing juga memiliki potensi untuk memperluas bisnis karena mampu menjangkau ke semua wilayah. Bisnis online melalui digital marketing akan memperjelas product knowledge merk yang kita pasarkan. Selanjutnya konsumen akan langsung mengetahui produk yang dipasarkan.
         Robert AB juga membahas tentang ragam produk (barang dan jasa) yang bisa dipasarkan melalui digital marketing. Untuk itu, beliau mengatakan bahwa dalam sebuah bisnis, pemilihan nama sangatlah penting. Nama sebuah produk menjadi brand yang membedakannya dari produk lain.
        Terkait dengan portal Serempak, Robert AB menyinggung bahwa hal terpenting dalam membangun sebuah komunintas. “Orang itu berkomunitas karena punya kesamaan pemikiran,” ujar Robert AB. Ditambahkannya lagi bahwa proses tolong- menolong akan membentuk komunitas semakin solid. Untuk itu blogger diajak membentuk keseragaman visi dan misi dalam berkontribusi di portal Serempak.

Ani Berta dan Ibu Martha Simanjuntak
            Sesi diskusi berikutnya dipandu oleh Ani Berta. Sosok yang sudah malang-melintang di dunia blogger ini, membagi pengalamannya khusus mengenai kontributor konten (baik sebagai volunteer maupun berbayar) di website.

Ani Berta (dokpri)
            Menurut Ani, ada beberapa hal yang menggiring blogger menjadi kontributor konten website. Pada kenyataannya kebutuhan jumlah penulis meningkat. Media onlinedan website institusi semakin menjamur. Tidak semua tokoh, pejabat, selebriti dan pemangku kepentingan punya keterampilan menulis. Kebutuhan produksi konten. Di akhir pemaparannya, Ani Berta mengajak teman-teman blogger untuk ikut berkontribusi di website Serempak.
Ibu Martha Simanjuntak (dokpri)
            Di sela pemaparan tentang websiteSerempak, Ibu Martha menjelaskan, “Menjadi kontributor website Serempak harus komitmen menulis minimal satu kali dalam sebulan. Sedangkan untuk Journalisme Warga, setiap orang bisa mengirimkan artikel kapan saja.”

Maju Bersama Serempak
            Portal Serempak diharapkan mampu menjadi jembatan untuk mengatasi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain itu juga, konten diharapkan mampu memberikan inspirasi kepada kaum perempuan dalam meningkatkan pengetahuan di bidang TIK. Blogger dan seluruh masyarakat diharapkan bersedia dan berkomitmen untuk ikut serta menjadi kontributor konten website www.serempak.or.id. Agar gaungnya semakin luas, bisa juga lewat twitternya di @SerempakID. [Wylvera W.]

Susah Move On

$
0
0

 
Apartemen penuh kenangan (dokpri)

            Berbagi cerita dari pengalaman ber-Ramadan di negeri orang menguak lintasan kenangan yang indah untuk diurai. Sudah bertahun-tahun lamanya, saya masih saja sulit menepisnya. Apalagi kalau sudah berada di bulan Ramadan seperti ini. Masih terbayang-bayang. Susah move on gitu deh. Aaah ... biarlah.
Musim panas tahun itu terasa lebih panjang dibanding tahun sebelumnya. Saya nyalakan vacuum cleaner.Pagi itu saya siapmembersihkan apartemen kami yang beralaskan karpet-karpet tebal, penuh dengan remah-remah pop corn. Efek dari anak-anak saya yang berpesta dengan camilan ringan semalamnya.      
Rasanya baru kemarin saya menginjakkan kaki di apartemen itu. Apartemen bernomor 1932 A di pemukiman pelajar (Orchard Down, Illinois) itu begitu menyatu dengan kami.Padahal saat itu, baru setahun kami merasakan hidup yang jauh dari tanah air. Empat musim yang kami lewati bersama memberikan nuansa yang silih berganti. Semua itu tentu saja tercatat rapi dalam bagian perjalanan hidup kami. Terutama bagi saya, sebagai ibu yang kerap bergelut dengan rentetan rutinitas rumah tangga di apartemen mungil itu.

Suasana sahur nak-anak yg bikin tersenyum saat mengingatnya (dokpri)
            Menjalankan ibadah puasa di negeri yang bukan berbasis Islam, tantangannya jauh lebih terasa bagi saya dan keluarga. Pertama, perbedaan rentang waktu antara subuh hingga maghrib lebih panjang dibandingkan dari Indonesia. Menahan rasa lapar dan haus lebih lama dari biasanya. Ditambah sisa udara Summerdi awal-awal Ramadan yang kerap menyengat kulit, sungguh sebuah ujian kenikmatan yang tak ternilai. Namun, InsyaAllah kami tetap bisa melewatinya dengan khusyuk dan khidmat.
Kedua, di saat orang lain dengan lahap menyantap pizza, spagetti, ice cream, dan jenis makanan yang merangsang selera, kami justru harus kuat untuk meyakini bahwa kami sedang berpuasa. Di saat jam-jam makan siang di sekolah. Anak-anak non muslim dari bangsa lain siap melahap hidangan menu  makan siangnya, anak-anak saya harus menahan diri hingga waktu berbuka.
Ketiga, kami juga selalu diuji oleh pemandangan yang serba-serbi di luar apartemen. Terlebih bagi suami saya.Karena musim panas belum benar-benar berakhir, membuat suami harus sering-sering beristighfar. Setiap kali pergi ke kampus, ada saja sosok yang berbusana sangat minim melintas di pandangannya.Hmm ... free country,” ujar suami saya bercanda waktu itu.
            Disamping deretan tantangan itu, tentu saja ada kenikmatan lain yang menjadikan kami tetap bersyukur.Kebersamaan sesama umat muslim Indonesia di pemukiman kami itu adalah bentuk kenikmtan lain. Lagi-lagi buat saya pribadi. Saya seolah tak merasa sedang hidup dan tinggal di negeri orang. Saling berbagi suka dan duka sudah bukan hal yang langka bagi kami sejak hijrah sementara di sana. Jika ada yang dirundung sakit, dengan sigap kami membesuk, membantu apa yang bisa dibantu untuk meringankan sakitnya. Sebisa mungkin, kami selalu saling membantu dan mendukung satu sama lain.

Pengajian rutin ibu-ibu Urbana - Savoy (dokpri)
            Khusus  di bulan Ramadan, ada hal yang membuat saya susah move on dari kenangan itu. Sebuah tanggungjawab yang diamanahkan kepada saya sebagai ketua pengajian ibu-ibuyang semuanya orang Indonesia. Sederhana mungkin, tapi bagi saya itu adalah kenikmatan yang sulit digambarkan dalam bentuk materi. Betapa tidak. Jauh dari lingkungan tetangga di Bekasi tempat tinggal saya, namun waktu dan kesempatan untuk berbagi dalam kebersamaan yang indah, tetap bisa saya dapatkan.


Tadarusan di apartemen saya yang selalu membuat rindu (dokpri)


Di awal-awal ketika saya diberi tanggungjawab sebagai ketua pengajian ibu-ibu muslim Indonesia, semua saya jalankan dengan biasa saja. Seperti memberi pengumuman jadwal pengajian serta membuka dan menutup majlis ta’lim setiap kali kami melaksanakan pengajian rutin. Sebenarnya itu bukanlahsesuatu yang istimewa. Tapi kesempatan dan amanah yang diberikan kepada saya itu, menjadi momen indah dan penuh arti dalam episode hidup saya. Terlebih ketika kami bersama-sama menjadi penyedia hidangan berbuka di masjidCentral Illinois Mosque and Islamic Center (CIMIC). Saya merasa diberi amanah dan kesempatan untuk belajar, mengkoordinir ibu-ibu dalam menentukan pembagian makanan yang akan disajikan di masjid itu.

Muslim Indonesia mendapat giliran menyajikan hidangan iftar (dokpri)
Menyediakan makanan berbuka untuk 350 orang umat muslim dari berbagai bangsa dan negara. Bagi saya ini suatu pengalaman yang mungkni saja tak bisa saya dapatkan di negara asal saya. Kebersamaan dari awal perencanaan menyusun menu, berbagi dengan ibu-ibu yang lain, sampai detik-detik akhir pelaksanaan iftar (buka puasa) itu berakhir dengan baik, sesuatu yang sangat menyenangkan, Subhanallah....
Banyak pelajaran dan ilmu yang bisa saya petik dari amanah yang saya emban itu. Saya bisa belajar bijaksana dalam menampung semua aspirasi dari teman-teman. Tidak  egois. Harus sabar dalam mendisukisan segala sesuatu yang berkaitan untuk kemaslahatan kami bersama. Bagi saya pribadi, ini merupakan kehormatan dan saya sangat berterimakasih.Saya rindu kebersamaan itu. Bahkan setelah bertahun-tahun kami terpisah jarak dan waktu.
Begitulah, kalau saja laman blog saya ini merupakan lembaran novel, rasanya saya ingin mengurai cerita lebih panjang lagi. Begitu banyak kenangan indah yang saya rasakan selama mendampingi suami melanjutkan sekolah di Urbana Illinois, USA itu. Dari pengalaman berharga itu, saya pun belajar untuk pandai membawa diri. Terutama tentang pelajaran bahwa dimanapun kita berada, hidup akan terasa selalu indah jika kita tak lalai untuk senantiasa bersyukur dan menikmatinya. Buktinya, saya susah move on dari kenangan itu. [Wylvera W.]





Buka Puasa Bersama BRID

$
0
0


BRID, Amy Atmanto, dan Yenny Wahid

Kalau ditanya, kapan persisnya saya bergabung di Komunitas Blogger Reporter Indonesia, pasti saya lupa jawabnya. Maaf, bukan karena tak cinta pada BRID. Yang terpenting, komunitas ini mampu menginspirasi saya untuk selalu aktif ngeblog, rasanya lebih dari cukup untuk menjawabnya.
Selama berada di BRID, satu hal yang membuat saya salut pada Founder dan para adminnya. Ketatnya “aturan main” yang diberlakukan di Komunitas Blogger Reporter Indonesia membuatnya menjadi berbeda dan solid. Yang paling ditakutkan (menyimak dari beberapa komentar blogger tentang BRID) adalah tentang ancaman dikeluarkan dari komunitas. Jika sudah siap untuk hadir di event yang ditawarkan, maka komitmennya adalah wajib membuat reportasenya. Kalau lalai, siap-siap untuk didepak dari keanggotaan.
Walaupun saya bukan anggota aktif di acara-acara yang di-share admin, tapi setidaknya saya bisa belajar banyak dari beragam postingan acara-cara tersebut. Terutama belajar tentang cara menyajikan liputan yang keren. Ini testimoni saya tentang Komunitas Blogger Reporter Indonesia yang tidak sempat saya utarakan di acara buka puasa bersama kemarin, sehingga membuat saya gagal dapat hape baru.  *siap diguyur rame-rame*  
 
Foto: Mas Hazmi Srondol (pinjem yaaa ....^_^)
Menyinggung acara buka puasa bersama, BRID telah memberi kesempatan bagi saya untuk berjumpa dan mengenal anggota BRID lainnya. Ini adalah momen pertama buat saya selama menjadi anggota BRID. Momen pertama yang meninggalkan kesan istimewa tentunya.
Bertempat di Warung Daun, Jalan Cikini Raya No.26 Jakarta Pusat, Blogger Reporter Indonesia menggelar acara bertajuk “Silaturahim dan Buka Puasa Bersama”. Acara yang didukung oleh Indosat ini dihadiri oleh sekitar 50 blogger yang semuanya tergabung dalam komunitas online (facebook) Blogger Reporter Indonesia.

Ulish Anwar
Begitu acara dibuka oleh Mas Ulish Anwar (MC yang juga dikenal sebagai pakar Public Speaking), semua blogger langsung fokus menyimak keseruan yang mulai muncul satu per satu. Diawali oleh testimoni dari sepuluh blogger yang sudah merasakan pengalamannya selama melebur di BRID. Dari semua testimoni, saya mencatat satu kesamaan dengan ulasan saya di awal catatan ini. Tentu saja kujujuran dan cara teman-teman BRID menyampaikan testimoninya memancing gelak tawa yang benar-benar mencairkan suasana. 

Nunik Utami (yang tengah itu ya ^_^)
“Pas saya masuk di BRID, saya melihatnya berbeda dari grup-grup blogger lain. Cuma grup ini yang berani mengeluarkan anggotanya yang tidak disiplin menulis reportase sesegara mungkin. Tapi itu asyik banget. Saya merasa nyaman di sini dan saya juga hati-hati banget agar tidak membuat kesalahan seperti itu, karena saya sendiri merasa nyaman dan tidak mau dikeluarkan dari grup ini,” ujar Nunik Utami mengawali testimoninya.
Nunik menambahkan bahwa di BRID dia menjadi tertantang untuk menuliskan reportase sesuai jadwal yang ditetapkan. Hal itu mencerminkan kedisplinan blogger sejati. Ketika ditanya siapa admin favoritnya, Nunik menyebut Mas Ahmed. Begitu pula dengan blogger lainnya yang memberikan testimoni. Selamat untuk Mas Ahmed yang menjadi admin terfavorit di BRID. Sayang beliau tidak bisa hadir.

Haya Aliya Zaki
“Di BRID saya belajar untuk menjadi blogger yang profesional karena kalau hadir di acaranya harus menulis reportase. Ada aturan-aturan lain yang saya temui di BRID namun tidak ada di komunitas lain. Di sini saya belajar untuk disiplin dan komitmen menjadi blogger yang profesional,” papar Haya Aliya Zaki di testimoni berikutnya.
Dari testimoni ini tergambar bahwa Blogger Reporter Indonesia merupakan komunitas yang tegas, disiplin, dan konsisten dalam menerapkan “aturan mainnya”. Dengan kekonsistenan itu pula BRID dianggap mampu memberi pelajaran kepada para blogger untuk profesional menjalankan peran dan fungsinya sebagai blogger.
Hazmi Srondol
Selanjutnya, Mas Hazmi Srondol selaku founder komunitas Blogger Reporter Indonesia menyampaikan sambutan dan penjelasannya tentang latar belakang BRID menggelar acara buka puasa bersama tersebut. Selain itu, beliau juga mengulas sekilas tentang asal muasal orang bisa berinternet lewat jejaring server. Ide dasar itu berkembang terus sampai muncul protokol yang mampu menghubungkan antar server ke seluruh dunia.
Diingatkan juga oleh Hazmi bahwa Pak Indar Atmanto ikut terlibat dalam proses panjang tersebut. Indar Atmanto merupakan sosok yang tidak asing lagi bagi pemerhati internet di tanah air. Beliaulah yang telah berjasa dalam memelopori perkembangan internet di Indonesia. Namun saat ini, Pak Indar Atmanto sedang terlibat kasus hukum yang statusnya masih dalam pengajuan Peninjuan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.
“Inti acara ini adalah, selain kita bersilaturahmi setelah selama ini kita banyak berkomunikasi lewat dunia maya. Utamanya lagi adalah kita melakukan doa bersama untuk kebebasan Pak Indar Atmanto,” ujar Mas Hazmi.

Any Atmanto
Selepas Founder BRID menyampaikan sambutannya, Ibu Amy Atmanto (istri dari Pak Indar Atmanto) hadir menyampaikan ucapan terima kasinya kepada Blogger Reporter Indonesia. Dalam sambutannya Amy Atmanto menyampaikan permohonan agar teman-teman BRID ikut memberi dukungan kebebasan Pak Indar lewat petisi di www.bebaskanIA.tk.
“Saya mohon doa dan dukungannya. Ini merupakan ujian yang sangat berat, namun saya tetap berpikir positif dalam mencari keadilan,” ujar Bu Amy berharap.
Suasana silaturahmi terus berlanjut hingga jelang berbuka puasa. Waktu yang tersisa pun diisi oleh siraman rohani berupa kuliah tujuh menit (kultum) dari Dr. Ruli Nasrullah, M.Si. yang lebih akrab dengan panggilan Kang Arul atau Dosen Galau. 

Kang Arul
Sempat kaget dan terpana. Jujur saja, baru kali itu saya melihat Kang Arul tampil untuk mengisi tausiyah. Sosoknya yang saya kenal kocak dan tak pernah move on dari kata “jengkol” ternyata menyimpan muatan ilmu dakwah yang mumpuni. Salut!
“Saya memang dosen di UIN Jakarta di Fakultas Dakwah tapi jurusan saya adalah Komunikasi. Cuma masalahnya, kalau di komplek mereka nggak tau kalau saya ini jurusannya komunikasi. Taunya kuliahnya di UIN, Fakultas Dakwah lagi, pasti bisa ceramah. Makanya kalau acara 17-an saya suka pergi ke mana-mana menjadi tukang doa. Itu masalahnya. Tapi alhamdulillah, hanya BRID yang berhasil memaksa saya ceramah di sini,” ujarnya kocak memancing tawa dan tepuk tangan.  
Sesaat setelah itu, sesi ceramah sempat terputus sesaat. Perhatian teman-teman blogger tiba-tiba teralihkan oleh kehadiran Yenny Wahid. Termasuk saya yang baru pertama kali melihat langsung. Kondisi itu seolah membuat Kang Arul sempat kalah pamor. *ngakak guling-guling*

Yenny Wahid dan Saya
Akhirnya tausiyah kembali berlanjut. Kang Arul mengambil contoh karakter umat Nabi Muhammad Saw. dalam kata “blogger”. Kegemaran seseorang pada batu akik menjadi perumpaan yang digambarkan Kang Arul tentang blogger. Tak ada yang bisa memberi alasan mengapa seseorang sangat cinta dan mau berlama-lama mengurusi batu akik. Begitu juga dengan aktivitas blogger.
Kang Arul juga memaparkan makna dari singkatan BRID yaitu Brave (berani), Respect (menghargai orang lain), Inspiratif (menuliskan konten yang mampu menggerakkan pembacanya), dan Development (terus berlatih membangun dan mengembangkan diri). Makna yang diungkapkan Kang Arul sejalan dengan karakter Rasulullah Saw. yang sesungguhnya.
Menurut Kang Arul, menulis itu penuh istiqomah yang luar biasa. Yang paling penting perlu passion. Tidak sembarangan orang bisa menulis, apalagi menjadi blogger.
“Percayalah, setitik suara blogger itu seperti titisan air di atas batu. Pelan, tapi lama-kelamaan batu itu akan bolong dan pecah. Yakinlah ....!” pungkas Kang Arul di ujung tausiyahnya.
Sesaat sebelum azan magrib berkumandang, Mas Ulish Anwar kembali mengingatkan agar para blogger ikut mendoakan agar Pak Indar Atmanto terbebas dari kasus hukum yang tengah menjeratnya.
Alhamdulillah, dikasi gudibek juga ^_^
Salut juga kepada Indosat yang telah memberi dukungan penuh sehingga acara silaturahmi dan buka puasa bersama Blogger Reporter Indonesia (#BukberBRID) ini benar-benar  meninggalkan banyak kesan. Sebagai pendukung acara, Indosat juga memperkenalkan program terbarunya yaitu #Ketupat TIM3. Program ini adalah paket dalam rangka menyambut bulan suci Ramadan. Terdiri dari Paket Santan (SMS terus-terusan), Paket Telor (Telepon Ramadhan), Paket Opor (Online pol Ramadhan), dan Paket Komplit (Internetan, Nelepon dan SMS).

Sebagian menu yang bikin gak konsen di detik-detik berbuka :)
Sebagai catatan penutup, saya sangat berterima kasih kepada Founder dan segenap admin BRID yang memberi kesempatan untuk ikut di acara ini. Semoga saya tetap menjadi bagian dari BRID yang penuh keakraban, inspiratif, serta memberi manfaat agar semua anggota bisa sama-sama berkembang menuju blogger yang profesional. [Wylvera W.]

Ibu dan Kasihnya yang Tanpa Batas

$
0
0

Belahan jiwa
 
Kasih ibu,
kepada beta
tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi,
tak harap kembali,
Bagai sang surya, menyinari dunia.
            Lirik lagu di atas memberi gambaran kepada kita bahwa kasih seorang ibu tidaklah berbatas. Ini terbukti dari proses panjang yang dimulai sejak ibu mengandung selama sembilan bulan, saat melahirkan hingga ibu mempertaruhkan nyawanya demi memperjuangkan buah hatinya lahir dan bisa memandang isi dunia. Tidak berhenti sampai di situ, ibu juga masih harus menyusui, menyuapi, mengasuh dan mendampingi pertumbuhan anaknya.  Ibu mampu memberikan seluruh waktunya dalam sehari untuk anaknya, seperti tak mengenal kata lelah sepanjang siang hingga malam. Tak pernah sekalipun dia menganggap itu sebagai beban.
            Lalu, pernahkah kita begitu sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikannya? Sementara kita lalai melakukan hal yang sama kepada orang yang sangat dekat dengan kita, yaitu ibu. Seolah-olah kita menganggap bahwa pengorbanan dan kasih sayangnya merupakan sebuah proses alami yang tak perlu diberikan rasa terima kasih berulang-ulang. Padahal perhatian dan kepedulian yang diberikannya adalah bentuk kasih sayang yang tak ternilai harganya dan itu diberikan secara terus-menerus tanpa batas.
Ibu menjalankan semua rutinitasnya tanpa pamrih. Bahkan dia rela mengorbankan segalanya demi kebahagiaan buah hatinya, sehingga ungkapan “surga di bawah telapak kaki ibu” menjadikan salah satu keistimewaannya di sisi Allah. Maknanya, bahwa Allah memberikan ridha kepada kita dengan memuliakannya. Ridho Allah itu pulalah yang menghantarkan kita menuju kesuksesan dalam menjalani hidup di dunia dan akhirat.
Menjadi ibu adalah salah satu peran wanita secara kodrati. Bahkan, tidak ada pekerjaan yang lebih mulia di muka bumi ini daripada menjadi seorang ibu yang melahirkan, memelihara, menumbuhkan serta membesarkan sebuah keluarga dengan baik. Meskipun peran mendidik anak tidaklah semata-mata diberikan kepada ibu karena ada peran ayah juga di sana, namun ibulah yang memiliki porsi lebih besar dalam menentukan baik buruknya seorang anak. Ibulah yang kelak menjadi pencetak generasi penerus yang unggul.

Cinta Ibu sepanjang masa
Ibu juga mampu menjadi aktor yang tangguh. Dia dapat memerankan karakter apa saja. Ketika kita perlu bimbingannya, ibu berperan sebagai guru. Ibu bisa berperan sebagai psikolog saat kita butuh tempat untuk berbagi masalah dan mencarikan solusinya. Ketika kita butuh dekapan untuk menghentikan derai air mata, ibu akan siap memerankan dirinya sebagai malaikat pelindung yang akan menghapus air mata kita serta membelai kita dengan tangannya yang lembut. Saat ekonomi keluarga butuh pengelolaan yang baik, ibu mampu berperan sebagai akuntan ahli. Bukan hanya itu, ibu juga bisa berperan sebagai juru masak handal yang menyajikan hidangan penuh cinta dan kasih sayang.
Ketika kita berbicara tentang pendidikan dasar, maka tak bisa dipungkiri bahwa semua itu berawal dari rumah, khususnya ibu sebagai pemberi pendidikan awal. Pendidikan dasar berupa proses sosialisai dalam keluarga, terutama dengan ibunya. Maka kedekatan sosok ibu dan anak mulai bayi hingga dewasa sangatlah berpengaruh pada prilaku anak. Sejak dini seorang ibu mengajarkan  nilai-nilai kehidupan dan sosial agar anak mampu melihat, mengamati serta beradaptasi dengan sekitarnya.
Di Indonesia sendiri, pemerintah sejak lama menetapkan tanggal istimewa untuk para ibu yang jatuh pada 22 Desember. Lalu, apa yang perlu kita maknai dengan penetapan tanggal dan bulan itu? Apakah hanya sekadar memperingatinya sebagai “Hari Ibu” saja? Tentu tidak. Untuk hari istimewa itu, sejatinya kita mampu memaknai peran dan arti cinta kasih seorang ibu yang tulus, tanpa pamrih. Mengingat dan menghargai bahwa peran dan posisi ibu memiliki arti penting dalam mempersiapkan masa depan bangsa.
Setelah mengurai begitu banyaknya peran yang luar biasa dari sosok seorang ibu ini, kita semakin sadar bahwa semua itu dia lakukan atas dasar cinta dan kasih yang tak berbatas. Kasihnya yang tanpa batas itu pula membuatnya menjadi sosok yang wajib untuk dihormati dan dijunjung tinggi. [Wylvera W.]


Note: Postingan kedua (FB)

Perempuan dan Kreativitas

$
0
0
Sumber foto


           Pada dasarnya, setiap orang dilahirkan dengan memiliki potensi kreatif dalam dirinya. Bagaimana potensi kreatif itu kelak bertumbuh kembang, menjadi bentuk kreativitas seperti apa tergantung pada individu masing-masing. Lalu, apa sebenarynya makna dari kata “kreativitas” itu sendiri?
              Kalau kita telaah, istilah kreativitas yang berasal dari Bahasa Inggris, “to create” ini memiliki arti mencipta, membuat sesuatu yang berbeda, baik bentuk, susunan atau gaya sehingga lazim dinikmati orang. Individu yang kreatif adalah dia yang memiliki keluwesan dalam berpikir, mudah meninggalkan cara berpikir lama, dan mampu menggantikannya dengan pola berpikir baru yang lebih dinamis.
           Apa kaitannya dengan perempuan? Terlahir sebagai perempuan membuat seseorang memahami kodratnya. Selanjutnya, dengan anugerah bakat, kedisiplinan, kemauan untuk bekerja keras, loyal, dan kecenderungan mampu memengaruhi lingkungan, semestinya membuatnya bangga sebagai perempuan. Dengan segala anugerah ini setiap perempuan memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan kreatifnya secara mandiri. Dengan kreativitas ini pula mereka kelak mampu menjalankan peran gandanya baik sebagai ibu maupun istri yang menghasilkan sesuatu. 
                Kecenderungan perempuan untuk lebih hangat, sopan, peka, emosional, dan menaati aturan akan lebih dirasa mudah untuk mengolah kreativitas dalam dirinya dibanding laki-laki yang cenderung dominan, stabil, dan impulsif. Perbedaan ini juga sejalan dengan beberapa kajian yang mengatakan bahwa secara struktur, otak perempuan itu akan berakibat pada perbedaan dalam cara berpikir, memandang sesuatu, berkomunikasi, dan interaksi lainnya.
           Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek psikologis, khususnya kreativitas, bisa dilihat dan dipahami dari berbagai sudut pandang. Dengan kreativitas yang dimiliki, perempuan akan mampu mengubah sesuatu yang biasa menjadi terlihat berbeda. Terlebih sebagai perempuan Indonesia. Dengan limpahan warisan budaya yang terbentang di bumi pertiwi ini, perempuan Indonesia yang di darahnya mengalir potensi kreativitas akan mampu menjadi agen perubahan di segala aspek kehidupan.
            Zaman telah berubah. Perempuan tak lagi dipandang sebagai kaum lemah. Ini dibuktikan oleh ragam prestasi yang telah diukir oleh perempuan, baik di dalam maupun luar negeri. Di Indonesia sendiri, keberadaan perempuan telah mendapat pengakuan secara luas di ranah publik. Perempuan tidak melulu dipandang sebagai ibu rumah tangga yang mampu mengurus anak, suami, dan hal-hal yang dekat dengan kaum ibu. Mereka telah diakui banyak memberikan sumbangsih sebagai agen perubahan, baik dalam menciptakan stabilitas sosial politik maupun sebagai pekerja yang profesional di hampir segala bidang. Ini menandakan bahwa pemberdayaan kreativitas kaum perempuan sudah mencapai titik kulminasi yang besar.
            Meskipun ada bidang-bidang tertentu yang tidak dapat dikerjakan oleh kaum perempuan, namun hal ini tak mampu menghambat kreativitas mereka. Apapun profesinya, kaum perempuan sesungguhnya mampu menjalankannya sama seperti pria. Lihat saja mereka yang telah berhasil menggeluti ranah fashion design, kesehatan, bisnis, pakar ilmu komputer, sekretaris, designer interior, pakar kuliner hingga HRD (Sumber Daya Manusia). Bahkan untuk profesi sekretaris tak bisa dipungkiri bahwa perempuanlah yang lebih mendominasi bidang pekerjaan ini.
            Melihat perubahan ini, sebagai perempuan terlebih yang sudah menyandang status sebagi istri maupun ibu, sudah seharusnya kita menyadari bahwa dalam diri kita banyak potensi yang bisa dikembangkan selain sebagai ibu rumah tangga. Jika bukan untuk diri kita, lakukan untuk generasi kita kelak.
         Perempuan adalah pribadi yang produktif, mampu menjalankan berbagai tanggung jawab, bukan hanya untuk dirinya, namun juga untuk keluarga dan sekitarnya. Sebagai perempuan sudah seharusnya kita lebih kreatif dan memiliki inovasi untuk melakukan perubahan yang lebih besar lagi. Tak ada yang tak mungkin jika kita terus berupaya menghidupkan benih-benih kreativitas yang terbawa sejak lahir itu. Hanya butuh waktu dan kemauan untuk menumbuhkannya.
        Apapun kebaikan yang diinginkan, tidak akan berdampak maksimal jika kesadaran untuk melakukan perubahan cara pandang tak pernah muncul dalam diri kaum perempuan. Maka, kenalilah potensi diri dan kebutuhan kita. Dengan mengenali potensi serta mengubah mindset untuk menjadi perempuan kreatif menjadikan perempuan lebih berdaya baik untuk diri, keluarga maupun lingkungannya. []

Note: Postingan ketiga (FB)
           

Memasak Bisa Jadi Terapi Stress

$
0
0


 
Beberapa masakan hasil kreasi saya (dokpri)


            Sebagai seorang istri dan Ibu, keterampilan memasak sepertinya tidak boleh diabaikan begitu saja. Konon katanya, dari sanalah cinta bisa dipupuk agar semakin subur dan mampu mengikat hati suami dan anak-anak. Saya percaya itu. Itulah sebabnya saya selalu berusaha (walau tidak bisa menguasai secara paripurna) untuk sedikit belajar tentang ragam masakan yang cocok dengan lidah suami dan anak-anak saya. Di samping itu, memasak juga bisa membantu mengalihkan pikiran kusut yang mampu memicu stress.
Meskipun saya tidak termasuk tipe perempuan yang punya hobi memasak, tapi setidaknya saya enggak malu-malu banget jika diajak turun ke dapur. Minimal saya masih bisa membedakan nama jenis bumbu dapur dan apa fungsinya dalam masakan. Lalu, turun ke dapur saya rasakan juga sebagai terapi melebur rasa stress. Jika pekerjaan yang berkaitan dengan menulis tiba-tiba memuncak dan membuat saya lelah, biasanya saya memilih selingan untuk mencegah stress. Selain menyelinginya dengan jalan-jalan dan membaca, biasanya saya memilih turun gunung ... eh ke dapur.
Pernahkah saya melampiaskan rasa stress ke dapur (baca: memasak) dengan cara yang sedikit ekstrim? Yap! Tentu pernah. Ternyata dengan cara seperti itu saya bisa menemukan beberapa manfaat. Amarah yang tidak jelas munculnya dan mau dialihkan ke mana, bisa saya alihkan saat meracik dan memotong-motong bumbu masakan misalnya. Tekanan pada alat pemotong mampu membuang rasa kesal. Pikiran kusut yang mulai menguasai perlahan-lahan akan menguap ketika konsentrasi beralih ke proses memasak berikutnya. *hahaha, wanna try?*
Selain itu, pujian suami dan anak-anak pada hasil masakan saya adalah obat stress paling manjur yang pernah saya rasakan. Pujian itu mampu menstimulasi energi baru untuk melanjutkan kembali pekerjaan menulis lainnya. Apalagi jika mereka menyantap habis masakan saya. Rasanya saya lupa kalau sebelumnya ada tekanan yang mengganggu. 

Ini jenis menu andalan saya yang lainnya (dokpri)
Satu hal lagi yang mampu menghilangkan kelelahan yang bisa memicu stress adalah ketika saya berhasil memposting foto-foto kreasi masakan saya di facebook serta mampu menuliskan proses kreatif saat mengerjakannya di blog. Wuiiih! Itu hiburan yang sungguh-sungguh mampu menjadi selingan di sela-sela tumpukan pekerjaan lainnya.
Konon lagi katanya, kesenangan pada memasak mampu meningkatkan kreativitas. Lagi-lagi saya percaya itu. Rasa senang itu akan memicu saya untuk mencoba lagi beberapa resep baru lalu diolah sedemikian rupa. Ini pernah saya coba. Waktu itu, saya tidak paham bagaimana mengolah masakan tauco udang seperti yang dilakukan oleh Mama saya. Rasa penasaran pada rasa yang selalu berbeda itu, membuat saya selalu berusaha bagaimana supaya bisa mencapai standar bikinan Mama. Akhirnya saya berhasil. Sampai sekarang, belum ada yang bilang tauco buatan saya anyep dan kurang sedap. Malah suami saya bilang “Kok jadi enakan tauco udang versimu ya.”  *senyum-senyum pengin lompat-lompat*
Nah, adakah yang mau mencoba upaya menghilangkan stress lewat memasak ini? Baidewei ... jangan bilang alergi ya. Jadi perempuan apalagi istri dan sudah menjadi Ibu itu setidaknya mampulah merebus air atau menanak nasi. *hahaha ... standar banget yach* [Wylvera W.]

Note: Postingan keempat (FB)

Menyiasati Waktu Luang

$
0
0


dokpri

Sebagai ibu rumah tangga yang bekerja di rumah, justru kesibukan saya seolah tak ada habisanya. Mulai dari urusan rumah dan anak-anak hingga kesibukan di luar keduanya yang selalu saja menghampiri. Namun saya tidak ingin semua kesibukan itu menekan dan akhirnya memicu stress. Saya harus tetap bisa merasa nyaman menjalani segala rutinitas itu.
Lalu, bagaimana cara saya menyiasatinya? Tentu dengan memanfaatkan waktu luang. Belajar menyiasati waktu luang di tengah kesibukan itu memang tidak selalu mudah.  Namun, demi mencegah rasa lelah yang memuncak dan akhirnya bisa memicu stress, saya harus bisa menemukan caranya. Saya harus bisa mencuri kesempatan untuk mencari hiburan di tengah kepenatan rutinitas. 
 
Membaca 
            Membaca buku adalah salah satu cara saya melepas penat. Maka ketika ada waktu luang, saya akan menyelinginya dengan kegiatan membaca. Setelah selesai membaca biasanya saya merasakan ada suntikan semangat dan energi baru. Sealin itu, saya bisa menuangkan ide-ide baru ke dalam tulisan, baik itu untuk buku maupun blog pribadi.

Menulis
            Selain sebagai ibu rumah tangga, saya juga senang menulis. Karena saya tidak bekerja di luar rumah, maka waktu luang yang ada bisa saya manfaatkan dengan menulis. Ini justru menguntungkan buat saya. Berawal dari hobi, akhirnya kegemaran pada menulis berubah menjadi profesi. Hingga saat ini, saya berhasil menghasilkan karya dalam bentuk buku dan cerita/artikel lepas lainnya.
 
Evaluasi diri
            Sebagai manusia, tentu saja saya tidak luput dari kesalahan dan kegagalan. Untuk itu, jika target sudah saya tetapkan sedemikian rupa, namun terkadang tidak tercapai, biasanya saya akan mengambil waktu untuk mengevaluasinya. Saya tinggalkan sejenak rutinitas yang ada. Saya akan mengeavaluasi diri dengan cara merenung. Mencoba menemukan di titik mana saya telah melakukan kelalaian. Biasanya ini sangat membantu. Saya akan lebih rileks menerima kegagalan yang terlanjur terjadi dan berusaha memperbaikinya di kesempatan lain.

Berkumpul bersama keluarga
            Berkumpul dengan keluarga adalah momen yang sangat membahagiakan buat saya. Di saat itulah, saya mendapat kesempatan membagi cerita dan berdiskusi tentang apa saja (sekalian bisa curhat juga, hehehe). Momen itu juga saya manfaatkan untuk menjalin dan menghangatkan kembali jalinan cinta serta kasih sayang dengan suami dan anak-anak. Saya dan keluarga tidak membatasi suasana berkumpul ini di satu tempat. Bisa di rumah, makan di luar bersama, dan nonton bareng, atau sakadar jalan-jalan menghabiskan waktu. Yang paling penting, kebersamaan itu bisa memberi kehangatan bagi saya dan keluarga.

Mencoba hal di luar kebiasaan
            Saya suka dengan hal-hal baru walaupun tidak selalu buru-buru ingin merasakan dan mencobanya. Misalnya, saya pengin mengolah bahan masakan yang belum pernah saya coba. Meskipun tidak selalu berhasil, namun saya puas, karena mampu beralih dari rutinitas yang biasa saya lakukan.

Berkumpul dengan teman
            Selain dengan keluarga, saya juga ingin melakukannya bersama teman-teman saya. Jika sudah bersama teman, tentu akan muncul beragam ide untuk melakukan sesuatu. Ini akan menambah suntikan semangat baru lagi buat saya tentunya.

            Begitulah cara saya menyiasati waktu luang yang ada. Yang paling utama, semua harus bisa menjadi nilai ibadah.  Lalu, bagaimana dengan kamu? Kalau berkenan, silakan membaginya di kolom komentar ya. ^_^   [Wylvera W.]

Note: Postingan kelima (FB)


Menyisihkan Anggaran untuk Mudik

$
0
0


Koper-koper kami siap mudik ^_^ (dokpri)

           Mudik jelang lebaran menjadi momen yang ditunggu-tunggu dan menjadi tradisi sebagian besar masyarakat Indonesia. Tradisi itu pula yang membuat kita cenderung bela-belain membeli tiket (bus, kereta, dan pesawat) walaupun tarifnya tiba-tiba melonjak. Hanya satu alasan yang membuatnya seolah menjadi murah, yaitu demi memenuhi kerinduan untuk bertemu dan bersilaturahmi dengan sanak keluarga.
Keluarga saya pun tidak bisa lepas dari tradisi mudik (baca: pulang kampung) ini. Sebagai pasangan suami istri yang hidup di perantauan, kami juga selalu rindu untuk kembali ke kampung halaman tercinta. Sejak menikah dan hijrah dari Medan ke Jakarta tahun 1997, mudik pun menjadi bagian tradisi keluarga kecil kami. Untuk itu, kami memilih momen lebaran sebagai saat yang paling tepat.
Membahas masalah tradisi mudik di saat lebaran, tentunya harus memiliki perencanaan yang matang. Perencanaan itu disusun agar agenda mudik keluarga tidak kacau. Hal pertama yang wajib direncanakan adalah anggaran. Mulai dari dana transportasi, angpao buat sanak keluarga, hingga biaya hidup selama berada di kampung halaman.

Menyisihkan uang di saat awal gajian
Menunggu menabung dari sisa uang gaji tentu bukan pilihan yang pas buat saya dan keluarga. Beragam pengeluaran yang sudah ada pos-posnya serta anggaran tak terduga, bisa saja tak menyisakan uang gaji tersebut. Jadi mau tidak mau, kami harus memisahkannya pada awal menerima gaji.

Melihat tarif transportasi
            Bekasi – Medan buat kami lebih nyaman ditempuh lewat jalur udara. Untuk itu, mengecek tarif penerbangan di tanggal-tanggal jelang lebaran harus kami lakukan. Biasanya suami saya selalu memesan tiket jauh-jauh hari. Bahkan bisa beberapa bulan sebelum Ramadan. Katanya, lebih leluasa membanding-bandingkan harga dan menentukan pilihan. Syukur-syukur dapat harga yang lebih murah.

Berapa lama di kampung halaman dan biayanya
            Dalam menyusun anggaran, kami juga selalu melihat jadwal liburan sekolah anak-anak. Dari sanalah kami bisa menetapkan lamanya waktu mudik. Setelah menetapkan berapa lama di kampung halaman, kami pun menyusun biaya hidup selama di sana.

Oleh-oleh
            Setiap balik dari kampung halaman pasti selalu saja ada yang ingin dibawa. Terutama makanan khasnya. Begitu juga saat menuju kampung halaman. Ada saja yang ingin kami bawa sebagai buah tangan untuk keluarga di sana. Maka, kami juga harus menyisihkan anggaran untuk oleh-oleh ini.

Menyisakan anggaran tak terduga
            Selain menyiapkan semua dana yang sudah terencana, kami juga selalu menyediakan anggaran tak terduga. Ini sakadar untuk berjaga-jaga saja supaya tidak terlalu ngepas.

            Beginilah cara saya dan suami menyusun anggaran mudik kami. Alhamdulillah, sampai saat ini, kami selalu merasa nyaman karena semua sudah dirancang sejak awal. Pulang kampung pun menjadi sangat menyenangkan. [Wylvera W.]          


 Note: Postingan keenam (FB)

Menulis di Koran Tempo

$
0
0

Penampakan artikel saya di koran Tempo (dokpri)

Saya tidak pernah membayangkan kalau suatu hari tulisan saya bisa dimuat di koran Tempo. Semua berawal dari pesan di inbox facebook beberapa waktu lalu. Pesan itu disampaikan oleh Mbak Elin Driana, istri dari Bapak Putut Widjanarko (Produser Mizan Production). Isinya meminta saya menggantikannya mengisi di Rubrik Ramadan koran Tempo. Menurut beliau, sayalah yang lebih pas untuk menulis di kolom tersebut. Tentu saja, tawaran ini saya sambut baik.
Pesan dari Mbak Elin (dokpri)
Akhirnya, selang beberapa hari, saya pun dihubungi Mbak Rachma dari Tempo via hape. Setelah berkenalan, inti pesannya sama. Beliau meminta saya mengisi Kolom Ramadan sesuai dengan pengalaman saya. Namun, beliau tidak menjamin sepenuhnya kalau artikel yang saya buat nanti akan lolos dan dimuat. Menulis untuk koran Tempo adalah pengalaman pertama buat saya. Saya harus berusaha membuatnya sebaik mungkin. Masalah nanti bisa dimuat atau tidak, saya serahkan pada redaktur koran tersebut.
Alhamdulillah, ternyata artikel saya diterima dengan baik. Inilah hasilnya ....

Penjara, Penyesalan, dan Harapan

Dulu, ketika masih anak-anak, kata penjara adalah momok yang sangat menakutkan buat saya. Saya menganggap tempat itu adalah “sarang” bagi orang-orang yang telah melakukan kejahatan besar tak terampuni. Menyeramkan!
            Setelah 35 tahun, ketakutan itu seolah menguap. Semua bermula dari kedatangan saya di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang. Keterlibatan saya di sana berawal dari sebuah obrolan ringan dengan seorang teman. Beliau bercerita tentang kegiatan yang dilakukan oleh sebuah komunitas bernama “Gerakan Peduli Remaja” di lembaga pemasyarakatan itu. Saya pun dikenalkan kepada Suci Susanti yang menjadi ketua komunitas tersebut.
Saya yang berprofesi sebagai penulis, awalnya diajak untuk mengisi pertemuan dengan memberikan pelatihan menulis kepada anak-anak lapas. Seiring berjalannya waktu, tidak hanya memberi pelatihan menulis, akhirnya saya pun semakin cinta dan melebur bersama kegiatan GPR di lapas anak itu. Tidak ada lagi rasa takut saat berkunjung ke penjara itu. Sebaliknya, saya justru sering merasa rindu jika berlama-lama tidak kembali.
Di setiap kunjungan ke lapas, kami selalu bertemu dan duduk bersama di sebuah musholla bernama Baitur Rohman. Di musholla itulah anak-anak penjara melakukan beragam kegiatan. Mulai dari berlatih menulis cerita pendek, belajar membaca Al Qur’an, menghafal surat-surat pendek, konseling secara personal, hingga kegiatan pesantren kilat di bulan Ramadan.
Dari beberapa kali perjumpaan dan berdialog dengan mereka, mampu menciptakan rasa kedekatan di hati saya. Rasa itu kian mengusik untuk menguak sisi gelap yang melatarbelakangi mereka melakukan kesalahan, sehingga membuatnya terjerat di balik jeruji besi itu. Selalu ada alasan di balik semua yang telah terlanjur mereka lakukan. Di sanalah tugas GPR meluruskannya.
Di beberapa kali pertemuan, mata saya tak bosan-bosan menatap sekitar 200 wajah-wajah penuh penyesalan. Mereka adalah anak-anak berusia rata-rata di bawah 18 tahun. Hukum telah menjerat mereka atas beragam kasus. Di antaranya; pembunuhan, perbuatan asusila, narkoba, dan pencurian. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga yang tidak mampu secara ekonomi.
Di saat berdialog, saya kerap menatap mata mereka. Seperti tidak ada tanda-tanda atau bekas kejahatan yang tergambar di sana. Alih-alih tegar, mata saya seringkali nyaris berkaca-kaca.
“Ibu saya tukang cuci. Saya anak nomor 3 dari 7 bersaudara. Cari makan susah, Bunda. Keras!” begitu keluhan salah satu mereka yang pernah saya dengar.
“Saya cuma curi besi. Dijual bisa buat makan,” imbuh yang lainnya memberi alasan atas kesalahan yang telah dilakukannya.
“Pusing, stres, Bunda. Kalau makai stresnya hilang,” ujar salah satu yang terlibat kasus narkoba.
Ini kenyataan. Anak-anak itu terjebak pada kejahatan yang terkadang tak mereka sadari. Mereka begitu saja melakukan kejahatan yang semestinya tak mereka lakukan. Bisa jadi, peran dan perhatian orangtua tak pernah mereka dapatkan. Ditambah faktor lingkungan dan pergaulan yang semakin memicu ke arah yang salah. Kondisi inilah yang menjadi dasar bagi Gerakan Peduli Remaja untuk tetap hadir di lapas tersebut secara berkala.
Telah banyak cerita yang saya dengar dari mereka. Semua mengerucut pada ungkapan rasa penyesalan. Namun, di balik rasa sesal itu sesekali muncul ungkapan ketidakpercayaan diri yang kuat. Mereka seolah tidak siap menghadapi dunia di luar penjara saat bebas nanti. Ada rasa takut akan kembali terlibat kasus yang sama lalu balik ke penjara. Dilema.
Demi menguatkan keyakinan bahwa selalu ada tempat untuk orang-orang yang bertaubat, teman-teman dari Gerakan Peduli Remaja pun selalu melakukan konseling untuk pemulihan mental mereka. Misi inilah yang membuat kehadiran saya di lapas anak itu akhirnya bergeser. Dari berbagi pengetahuan dasar tentang menulis cerita, akhirnya saya terlibat untuk memberikan motivasi juga bersama teman-teman GPR.
Di setiap Ramadan (sejak 2012), teman-teman dari Gerakan Peduli Remaja berusaha menggelar kegiatan pesantren kilat untuk anak-anak lapas. Tidak terkecuali pada Ramadan 1436 H ini.
“Kita ingin anak-anak lapas ini juga ikut merasakan momentum Ramadan. Lewat ceramah-ceramah Islami, diharapkan mampu menggerus hal-hal negatif yang sudah tertanam di diri mereka selama ini,” ujar Suci Susanti memberikan latar belakang dari semua upaya yang dilakukan, termasuk pesantren kilat.
Semoga momen Ramadan kali ini mampu membawa hati mereka untuk benar-benar menyadari kesalahan dan dosa-dosanya. Bertaubat dan kembali ke jalan yang benar adalah harapan yang selalu tersimpan di hati anak-anak lapas itu. Semoga Tuhan mendengar dan menerima taubat mereka. [Wylvera W.] 

____

         Tak lupa saya ucapkan terima kasih juga kepada Mbak Suci Susanti (Ketua Gerakan Peduli Remaja). Mengenalnya membuat saya kian hari kian dekat dengan anak-anak lapas itu. []


Viewing all 236 articles
Browse latest View live